Thursday, 16 January 2014

Wakaf

          Hadits lain yang menjelaskan wakaf adalah hadits yang diceritakan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadits tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.”
               Selain dasar dari al-Quran dan Hadits di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariyah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.
                Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah menetapkan Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Untuk melengkapi Undang-Undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004.
1.      Pengertian
Menurut bahasa (etimologi) tertahan  tertahan .
Secara istilah syari’ (terminologi) adalah :
Menahan suatu benda dan membebaskan / mengalirkan manfaatnya.
            Jadi maksudnya adalah menahan harta milik pribadi yang diserahkan kepada  pihak lain untuk kepentingan umum dengan tujuan mendapatkan ridlo Allah SWT .  Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia wakaf itu adalah benda bergerak atau tidak bererak yang disediakan untuk kepentingan umum (Islam) sebagai pemberian yang ikhlas

2.      Dasar hukum pelaksanaan wakaf
  
"kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya."

 (
"  … dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)."
   
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ إِلاّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ .
Artinya : Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputus darinya amalnya         kecuali dari tiga hal dari sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
3.      Rukun  wakaf
a.      Al-waqif (orang yang mewakafkan), dengan syarat :
1)     Berakal
2)     Dewasa pemikirannya (rasyid).
3)     Sudah berusia baligh dan bisa bertransaksi.
4)      Orang yang merdeka (bukan budak).
b.      Al-mauquf  (harta yang diwakafkan)
Berdasarkan jenis benda yang diwakafkan, maka wakaf terbagi menjadi tiga macam:
1)     Benda / barang  yang berupa benda yang diam/tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan yang semisalnya.
2)     Benda / barang yang bisa dipindah/bergerak, seperti mobil, hewan, dan semisalnya
3)     Wakaf  berupa uang.
Adapun syarat syarat nya adalah :
a)      Harta tersebut telah diketahui dan jelas bendanya.
b)     Benda tersebut adalah milik pribadi yang mewakafkan.
c)      Harta yang diwakafkan adalah benda yang bermanfaat dan memiliki daya tahan lama
c.      Al - mauquf ‘alaih (pihak yang dituju dari wakaf tersebut), dengan syarat 
1)     Berakal
2)     Dewasa pemikirannya (rasyid).
3)     Sudah berusia baligh dan bisa bertransaksi.
4)     Orang yang merdeka (bukan budak belian).
         Dipandang dari sisi pemanfaatannya,  maka wakaf terbagi menjadi dua:
1) Wakaf yang sifatnya tertuju pada keluarga (individu)
2) Wakaf untuk amalan-amalan kebaikan. Wakaf ini diarahkan untuk kemaslahatan masyarakat di suatu negeri.  Inilah jenis wakaf yang paling banyak dilakukan, seperti untuk masjid, madrasah,
d.      Shighah (lafadz dari yang mewakafkan).
       Adapun lafadz shighoh, para ulama membaginya menjadi dua bagian:
1) Lafadz yang sharih, yaitu lafadz yang dengan jelas menunjukkan wakaf dan tidak mengandung makna lain.
2)   Lafadz kinayah, yaitu lafadz yang mengandung makna wakaf meskipun tidak secara langsung dan memiliki makna lainnya, namun dengan tanda - tanda yang mengiringinya menjadi bermakna wakaf.
            Untuk lafadz yang pertama, maka cukup dengan diucapkannya akan berlaku hukum wakaf. Adapun lafadz yang kedua ketika diucapkan akan berlaku hukum wakaf jika diiringi dengan niat wakaf atau lafadz lain yang dengan jelas menunjukkan makna wakaf.

( sumber: buku PAI SMA, H. Mustahdi, M.Ag. dkk)