Isi kandungan QS An-Nur ayat 2 adalah :
a.
Perintah
Allah SWT untuk mendera pezina perempuan dan pezina laki-laki masing-masing
seratus kali.
b.
Orang yang
beriman dilarang berbelas kasihan kepada keduanya untuk melaksanakan hukum
Allah SWT.
c.
Pelaksanaan
hukuman tersebut disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.
Perbuatan zina dikategorikan
menjadi 2 macam :
1)
Muhsan, yaitu
pezina sudah baligh, berakal, merdeka, sudah pernah menikah. Hukuman terhadap
zina muhsan adalah didera seratus kali dan rajam (dilempari dengan batu
sederhana sampai meninggal).
2)
Ghairu
Muhsan, yaitu pezina masih lajang, belum pernah menikah. Hukumannya adalah
didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.
Perhatikan
hadits berikut ini :
Artinya :
“Dari Ubadah bin Ash Shamit ia berkata, "Rasulullah SAWbersabda:
"Ambillah dariku, ambillah dariku. Allah telah menjadikan bagi
wanita-wanita itu hukuman had. Janda dan duda yang berzina, hukumannya adalah
dera seratus kali dan dirajam. Perawan dan perjaka yang berzina, maka
hukumannya adalah dera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun."
(HR Abu Daud)
Dalam
pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikatagorikan
hukuman hudud, yakni sebuah jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang
menjadi hak Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan
zina tersebut, baik oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan
QS. an-Nur (24): 2, pelaku perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan harus
dihukum dera (dicambuk) sebanyak 100 kali. Namun, jika pelaku perzinaan itu
sudah muhsan (pernah menikah), sebagaimana ketentuan hadits Nabi saw maka
diterapkan hukuman rajam.
Dalam
konteks ini yang memiliki hak untuk menerapkan hukuman tersebut hanya khalifah
(kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya. Ketentuan ini berlaku
bagi negeri yang menerapkan syariat
Islam sebagai hukum positif dalam suatu negara. Sebelum memutuskan hukuman bagi
pelaku zina maka ada empat hal yang dapat dijadikan sebagai bukti, yakni: (1)
saksi, (2) sumpah, (3) pengakuan, dan (4) dokumen atau bukti tulisan. Dalam
kasus perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat
orang dan pengakuan pelaku.
Sedangkan
pengakuan pelaku, didasarkan beberapa hadits Nabi saw. Ma’iz bin al-Aslami,
sahabat Rasulullah Saw dan seorang wanita dari al-Ghamidiyyah dijatuhi hukuman
rajam ketika keduanya mengaku telah berzina. Di samping kedua bukti tersebut,
berdasarkan Qs. an-Nuur: 6-10, ada hukum khusus bagi suami yang menuduh
isterinya berzina. Menurut ketetapan ayat tersebut seorang suami yang menuduh
isterinya berzina sementara ia tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, ia
dapat menggunakan sumpah sebagai buktinya. Jika ia berani bersumpah sebanyak
empat kali yang menyatakan bahwa dia termasuk orang-orang yang benar, dan pada
sumpah kelima ia menyatakan bahwa lanat Allah SWT atas dirinya jika ia termasuk
yang berdusta, maka ucapan sumpah itu dapat mengharuskan isterinya dijatuhi
hukuman rajam. Namun demikian, jika isterinya juga berani bersumpah sebanyak
empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang berdusta, dan
pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa bahwa lanat Allah SWT atas dirinya jika
suaminya termasuk orang-orang yang benar, dapat menghindarkan dirinya dari
hukuman rajam. Jika ini terjadi, keduanya dipisahkan dari status suami isteri,
dan tidak boleh menikah selamanya. Inilah yang dikenal dengan li’an.
Tuduhan
perzinaan harus dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang kuat, akurat, dan sah.
Tidak boleh menuduh seseorang melakukan zina tanpa dapat mendatangkan empat
orang saksi.
Adapun dosa
perbuatan zina itu mempunyai tingkatan tersendiri. Apabila dilakukan dengan
perempuan lain (Bukan muhrim artinya wanita yang boleh dikawin) yang tidak
bersuami maka dosanya besar. Apabila dilakukan dengan perempuan yang sudah
bersuami, dosanya lebih besar. Lebih besar lagi apabila zina dilakukan dengan
tetangga. Dan lebih besar dari semuanya itu zina yang dilakukan dengan yang
masih muhrim (Wanita muhrim artinya wanita yang tidak boleh dikawini.).
Apabila
perbuatan zina dilakukan oleh seorang yang sudah melangsungkan pernikahan, maka
dosanya lebih besar dibanding dengan orang yang belum melangsungkan pernikahan.
Dosa itu lebih besar lagi jika zina dilakukan oleh seorang yang telah lanjut
usia, dibanding dengan yang dilakukan oleh kaum muda. Hal ini dipertimbangkan
lantaran orang lanjut usia dianggap berpikir lebih masak. Dan zina yang
dilakukan oleh orang yang mengerti hukum-hukum agama lebih berat ketimbang
orang yang tidak mengerti pengetahuan agama.
Sekarang
menjadi sangat jelas bahwa Islam melarang keras hubungan seksual atau hubungan
biologis di luar perkawinan, apapun alasannya. Karena perbuatan ini sangat
bertentangan dengan fitrah manusia dan mengingkari tujuan pembentukan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Islam menghendaki agar hubungan
seksual tidak saja sekedar memenuhi kebutuhan biologis, tetapi islam
menghendaki adanya pertemuan dua jiwa dan dua hati di dalam naungan rumah tangga
tenang, bahagia, saling setia, dan penuh kasih sayang. Dua insan yang menikah
itu akan melangkah menuju masa depan yang cerah dan memiliki keturunan yang
jelas asal usulnya. Sungguh idah, bukan?
Tujuan
pernikahan itu akan menjadi rusak porak-poranda jika dikotori dengan zina.
Sehingga tidak mengherankan jika perzinaan akan banyak menimbulkan problema
sosial yang sangat membahayakan masyarakat, seperti bercampuraduknya keturunan,
menimbulkan rasa dendam, dengki, benci, sakit hati, dan menghancurkan kehidupan
rumah tangga. Sungguh Allah SWT dan Rasulullah melindungi kita semua dengan
ajaran yang sangat mulia.
Begitu
banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan bebas, patut menjadi
perhatian bagi generasi muda bahwa mereka sedang mempertaruhkan masa depannya
dengan terlibat dalam pergaulan bebas yang melampaui batas. Bergaul memang
perlu tapi seyogyanya dilakukan dalam batas wajar, tidak berlebihan. Remaja
adalah tumpuan masa depan bangsa, jika moral dan jasmaniah para remaja
mengalami kerusakan maka begitu pula masa depan bangsa dan negara akan
mengalami kehancuran. Jadi, jika kalian masih memikirkan masa depan diri dan
juga keturunan sebaiknya selalu konsisten untuk mengatakan tidak pada pergaulan
bebas karena dampak pergaulan bebas bersifat sangat merusak bagi dari segi
moral maupun jasmaniah.
Diantara
dampak negatif zina adalah sebagai berikut :
1)
Mendapat
laknat dari Allah SWT dan rasul-Nya
2)
Dijauhi dan
dikucilkan oleh masyarakat
3)
Nasab menjadi
tidak jelas
4)
Anak hasil
zina tidak bisa dinasabkan kepada bapaknya
5)
Anak hasil
zina tidak berhak mendapat warisan
(di kutib dari buku PAI kurikulum 2013, penyusun : H. Mustahdi, M.Ag.
dkk)