Pengertian
Qadha dan Qadar
Menurut bahasa Qadha memiliki
beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak,
pemberitahuan, penciptaan. Sedang menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan
qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang
segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Qadar menurut bahasa
adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar adalah perwujudan
atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk
tertentu sesuai dengan iradah-Nya. Firman Allah:
الَّذِي
لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ
لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi,
dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam
kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan
ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS .Al-Furqan ayat 2).
2.
Hubungan antara Qadha dan Qadar
Telah diuraikan diatas bahwa Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana
Allah sejak zaman azali. Sedang Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau
hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan
Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat
Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut:
وَإِنْ
مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ
مَعْلُومٍ (21
Artinya
” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
Ayat
ini menerangkan bahwa sumber segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia,
semuanya ada dalam khazanahnya. Hanya saja untuk menggali dan mencari segala
sesuatu yang diperlukan itu hendaklah disertai dengan kerja dan usaha yang
keras; mustahillah seseorang akan memperolehnya tanpa ada usaha mencarinya. Hal
ini adalah sesuai dengan Sunnatullah. Menurut Sunnatullah bahwa orang yang akan
diberi rezeki ialah orang-arang yang berusaha dan bekerja. Sesuai dengan
Sunnatullah, maka agama Islam menganjurkan agar kaum Muslimin berusaha dengan
sekuat tenaga mencari segala sesuatu yang diperlukan di dalam perbendaharaan
Allah itu
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar
dengan satu istilah, yaitu
Qadar atau takdir. Jika ada orang
terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, ”sudah takdir”, maksudnya
qadha dan qadar.
3.Kewajiban beriman kepada dan qadar
Dalamsuatu
hadist diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang
laki-laki yang berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki itu
bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab
yang artinya: Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaekat-malaekat-Nya,
kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada
qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan
benar”. (H.R. Muslim)
Seorang
laki-laki tersebut adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang pada saat itu untuk
memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah
yang selalu dibenarkan oleh Malaekat Jibril itu berisi tentang rukun iman.
Salah satunya dari rukun iman tersebut adalah iman kepada qadha dan qadar.
Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar adalah merupakan pengakuan hati
kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi
pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah
atas kehendak Allah.
Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman
yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan
tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah
mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir
Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak selalu sesuai
dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan
kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan
Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau
merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita
harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum
mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
4.Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar
Rasulullah
SAW bersabda :
”Sesungguhnya
seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk
nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging,
kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan
empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan
(jalan hidupny) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Mas’ud).
Dari
hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah
sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya,
tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha
dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan
tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah
sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan
berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang
pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ” Mengapa engkau
mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah
mentakdirkan saya menjadi pencuri.”
Mendengar
jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini
dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada
disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah
Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab
mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”.
Mengenai
adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi
Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi.
Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya
dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi
menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab
Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun
bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.
Dari
kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu,
namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui
apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar.
Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah
dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan
kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita
dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Mengenai
hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat,
bahwa takdir itu ada dua macam :
1.Takdir mua’llaq: yaitu takdir yang erat
kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa bercita-cita ingin
menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan
tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur
pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak
ada pelindung bagi mereka selain Dia. ( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
2.Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi
pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar
lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan
dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
B.Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang
amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri
untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
1.Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan
nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia
akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Firman
Allah:
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka
dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya
lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
2.Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang
yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia
menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri.
Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh
kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya
adalah ketentuan Allah.
Firman
Allah SWT:
Artinya:
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf
ayat 87)
Sabda
Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya
ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
3.Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia
tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu
menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu
saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha
dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan
keberhasilan itu.
Firaman
Allah:
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
4.Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa
mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan
apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia
bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
(dilansir dan dikutib dari http://hbis.wordpress.com/2007/12/10/iman-kepada-qadha-dan-qadar/)