Friday, 31 January 2014

Teladan menuntut Ilmu

Para Ilmuwan atau Ulama dahulu, dalam proses menuntut ilmu memiliki semangat yang kuat sehingga menjadi sosok ilmuwan yang di akui dan memberikan kemaslahatan sampai sekarang. Semangat tersebut patut menjadi teladan bagi kita dalam semangat  mencari ilmu. Berikut ini beberapa kisah menakjubkan tentang kesungguhan para Ulama dalam menuntut ilmu :

Menuntut Ilmu

1.        Pengertian
Kata ilmu dalam bahasa Indonesia berasal dari kata al-‘ilmu dalam bahasa Arab. Secara bahasa (etimologi) kata al-‘ilmu adalah bentuk masdar atau kata sifat dari kata `alima – ya`lamu- `ilman. Dijelaskan bahwa lawan kata dari al-‘ilmu adalah al-jahl (bodoh/tidak tahu). Sehingga jika dikatakan  alimtu asy-syai’a berarti “saya mengetahui sesuatu”. 
Sementara secara istilah (terminologi) ilmu berarti pemahaman tentang hakikat sesuatu. Ia juga merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang diketahui dari dzat (esensi), sifat dan makna sebagaimana adanya. Dalam kitab Tafsir Aisar at-Tafaasir dijelaskan bahwa:
            Artinya : “Ilmu itu adalah jalan menuju rasa takut kepada Allah, barang siapa yang tidak mengenal Allah, maka dia tidak mempunyai rasa takut pada-Nya.  Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama”

2.        Semangat Menuntut Ilmu
Umat Islam wajib menuntut ilmu yang selalu dibutuhkan setiap saat. Ia wajib shalat, berarti wajib pula mengetahui ilmu mengenai shalat. Diwajibkan puasa, zakat, haji dan sebagainya, berarti wajib pula mengetahui ilmu yang berkaitan dengan hal tersebut, sehingga apa yang dilakukannya mempunyai dasar. Dengan ilmu berarti manusia mengetahui mana yang harus dilakukan mana yang tidak boleh dilakukan. Demikian juga dalam hidup kemasyarakatan, interaksi antar sesama manusia juga harus di dasari dengan ilmu, sehingga tercipta suatu masyarakat yang kondusif dan damai. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 122 :
Artinya : Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”. (QS. At Taubah : 122)
Ayat di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa sebagai orang beriman; semangat, tenaga dan pikiran tidak dibenarkan hanya untuk usaha memenuhi kepuasan nyata seperti perang. Akan tetapi semangat, tenaga dan pikiran juga untuk usaha menuntut ilmu terutama pengetahuan agama untuk kemanfaatan diri sendiri dan orang lain. Ilmu merupakan penuntun manusia memahami ayat-ayat Allah baik Qauliyah maupun Kauniyah sehingga mampu mamaknai hakekat hidup dan akhirnya memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.
Dalam menuntut ilmu hendaklah tetap tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai macam bahaya dan ujian mental yang muncul. Sebab gudang kesuksesan adalah di dalam menghadapi cobaan. Maka siapa yang ingin berhasil maksud dan tujuan menuntut ilmu harus bersabar menghadapi banyaknya cobaan. Syeh Az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim mangatakan, pernah kudengar sya’ir yang konon merupakan gubahan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah :
Artinya :
·         Ingatlah, kamu tidak akan memperoleh ilmu pengetahuan kecuali dengan enam perkara ; yang akan kujelaskan semua kepadamu secara ringkas.
·         Yaitu : kecerdasan, minat yang besar, kesabaran, bekal yang cukup, petunjuk guru, dan waktu yang lama.

3.        Patuh kepada Orang Tua dan Guru
Selain syarat tersebut di atas kunci kesuksesan dalam ilmu adalah patuh kepada orang tua dan guru, yaitu menghormati mereka baik ketika masih hidup maupun sudah meninggal. Kita harus bersikap sopan dan santun kepada orang tua dan guru baik dalam ucapan maupun perbuatan, selalu mendoakan mereka jika sudah meninggal minimal setiap setelah shalat.
Orang yang paling dekat dan berjasa kepada kita adalah kedua orang tua. Merekalah yang membawa kita ke dunia ini dengan izin Allah. Betapa besar jasa mereka sehingga kita tidak akan mampu menghitung dan membalasnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita harus berbakti kepada kedua orang tua. Allah menempatkan kewajiban berbakti kepada orang tua pada peringkat kedua setelah kewajiban menyembah Allah swt. Firman Allah swt dalam Al Qur’an surat Al Isra’ ayat 23 :
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al Isra’ : 23)
Begitu besarnya jasa orang tua kita sehingga keridlaan dan kemurkaan Allah tergantung pada keridlaan dan kemurkaan keduanya. Rasulullah saw bersabda:
Artinya:”Keridaan Allah tergantung pada keridaan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung pula pada kemurkaan keduanya.” (HR. Tabrani).

Guru adalah orang yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu kepada kita.  Dalam paradigma Jawa, guru bermakna “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini.  Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didiknya. Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekedar transformasi ilmu, tapi juga bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya pada peserta didiknya.
Guru yang menjadikan kita orang beriman, mengerti hal yang baik dan buruk, gura juga menjadikan kita orang yang pandai dan memahami ilmu pengetahuan, sehingga kita akan memperoleh kedudukan yang tinggi di hadapan Allah dan manusia sebagaimana firman Allah swt:
Artinya: ”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. Al-Mujahadah:11)

Di samping itu, para penuntut ilmu dijanjikan oleh Rasulullah saw. akan diberikan kemudahan jalan ke surga. Perhatikan hadits di bawah ini:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا اِلَى الْجَنَّةِ ـ رواه مسلم
Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

(dilansir dari buku PAI kelas X: H. Muhtadi, M.Ag. dkk)    

Thursday, 23 January 2014

Strategi dan Substansi Dakwah Rosulullah SAW Periode Madinah


Pekerjaan besar yang dilakukan Rasulullah SAW dalam periode Madinah adalah pembinaan terhadap masyarakat Islam yang baru terbentuk. Dasar-dasar kebudayaan yang diletakkan oleh Rasulullah SAW itu pada umumnya merupakan sebuah nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan, social, ekonomi dan politik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah.
a.    Dalam membina masyarakat Islam di Madinah strategi dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW antara lain :
1)      Mendirikan Masjid. Beliau dahulukan mendirikan masjid sebelum bangunan-bangunan lainnya selain kediaman beliau sendiri, karena masjid mempunyai potensi yang sangat vital dalam menyatukan umat dan menyusun kekuatan mereka lahir dan batin untuk membina masyarakat Islam atau daulah Islamiyah berlandaskan semangat tauhid. Di masjid ini Rasulullah SAW mengobarkan semangat jihat di jalan Allah SWT, sehingga kaum muslimin waktu itu belum begitu banyak  tetapi rela mengorbankan harta dan jiwa untuk kepentingan Islam. Di masjid pula beliau senantiasa mengajarkan doktrin tauhid dan mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam kepada kaum muhajirin dan ansor. Dan di dalam masjid pula kaum muslimin mengadakan sholat berjamaah, mengadakan musyawarah untuk merundingkan masalah-masalah yang di hadapi.
2)      Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansor. Kaum Muhajirin yang jauh dari sanak saudara dan kampung halaman mereka, di pererat oleh beliau dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum Ansor karena kaum Ansor telah menolong mereka dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan keuntungan yang bersifat materi, melainkan hanya karena mencari keridhaan Allah SWT semata. Sebagai contoh Abu Bakar dipersaudarakn dengan Harits bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan Muadz bin Jabal, Umar bin Khattab dengan Itbah bin Malik, begitu seterusnya tiap-tiap kaum Ansor dipersaudaran dengan kaum Muhajirin. Dengan demikian kaum muhajirin yang bertahun-tahun berpisah dengan keluarganya merasa tentram dan aman melaksanakan syariat agamanya. Di tempat yang baru tersebut sebagian ada yang hidup berniaga ada yang bertani seperti (Abu Bakar, Utsman dan Ali) mengerjakan tanah kaum Ansor. Dengan ikatan teguh ini Nabi Muhammad SAW dapat menyatukan dengan ikatan persaudaraan Islam yang kuat yang terdiri dari berbagai macam suku dan kabilah ke dalam satu ikatan masyaraka Islam yang kuat dengan semangat bergotong royong, senasib sepenanggunan. Segolongan orang arab yang menyatakan masuk Islam dalam keadaan miskin disediakan tempat tinggal dibagian masjid yang kemudian dikenal dengan nama Ashab Shuffa. Keperluan hidup mereka dipikul bersama diantara Muhajirin dan Ansor.
3)      Perjanjian Perdamaian dengan kaum Yahudi.  Guna menciptaka suasana tentram di kota baru bagi Islam (Madinah), Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan kaum Yahudi yang berdiam di dalam dan di sekeliling kota Madinah. Inilah salah satu perjanjian yang diperlihatkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai seorang ahli politikus yang ulung yang belum pernah dilakukan oleh para nabi-nabi terdahulu. Diantara isi perjanjian yang dibuat oleh Nabi SAW dengan kaum Yahudi antara lain :
a)    Bahwa kaum Yahudi hidup damai bersama-sama kaum muslimin; kedua belah fihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing.
b)   Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong menolong untuk melawan siapa saja yamg memerangi mereka. Orang Yahudi memikul belanja mereka sendiri begitu pula kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri.
c)    Kaum muslimin dan kaum yahudi wajib nasehat menasehati, tolong menolong, melaksanakan kebajikan dan keutamaan.
d)   Bahwa kota Madianah adalah kota suci yang wajib dihormati oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu. Kalau terjadi perselisihan antara kaum Yahudi dengan kaum Muslimin, maka urusannya hendaklah diserahkan kepada Allah dan Rasullullah SAW.
e)    Bahwa siapa saja yang tinggal di dalam atau di luar kota Madinah wajib dilindungi keamanan dirinya, kecuali orang-orang yang zalim dan bersalah, sebab Allah SWT menjadi pelindung orang-orang yang baik dan berbakti.
Perjanjian politik yang dibuat oleh Nabi Muhammada SAW tersebut telah menjamin kemerdekaan beragama dan menjamin kehormatan jiwa dan harta dari golongan yang bukan Islam. Ini adalah merupakan peristiwa yang baru dalam dunia politik dan peradaban manusia. Sebab waktu itu diberbagai pelosok dunia masih terjadi perkosaan dan perampasan hak-hak asasi manusia.
4)      Meletakkkan dasar-dasar Politik, Ekonomi dan Sosial untuk masyarakat Islam. Karena masyarakat Islam telah terwujud, maka Rasulullah SAW menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat Islam yang baru terwujud itu, baik dalam bidang politik, ekonomi, social maupun yang lainnya. Hal ini disebabkan karena dalam periode perkembangan agama Islam di Madinah inilah telah turun wahyu Allah SWT yang mengandung perintah berzakat, berpuasa, dan hukum-hukum yang bertalian dengan pelanggaran atau larangan, jinayat (pidana) dan lain-lain. Dengan ditetapkannya dasar-dasar politik, ekonomi, social dan lainnya, maka semakin teguhlah bentuk-bentuk masyarakat Islam, sehingga semakin hari pengaruh agama Islam di kota Madinah semakin bertambah besar. 
5)      Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam. Jumlah orang-orang yang mengakui kerasulan Muhammad SAW bertambah dengan amat cepat, sehingga dalam waktu yang sangat singkat kekuatan Islam sudah mulai diperhitungkan oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Ada tiga kekuatan yang secara nyata memusuhi agama baru ini yaitu : orang-orang Yahudi, orang-orang munafik, dan orang-orang Quraiys dengan sekutunya.
a)    Rongrongan Kaum Yahudi.
Orang Yahudi sejak sebelum masehi sudah hidup di Madinah, mereka terdiri dari 3 suku yaitu Bani Qainuqa, Bani Quraidhah dan Bani Nadzir. Mereka semua mempercayai akan kedatangan nabi akhir zaman sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci mereka. Akan tetapi ketika nabi yang ditunggu-tunggu itu datang, mereka mengingkarinya karena mereka menduga dan menghendaki bahwa nabi yang ditunggu-tunggu itu berasal dari golongan mereka yaitu keturunan Israel. Apalagi setelah bangsa Arab memeluk agama Islam mendahului mereka. Kekecewaan mereka sudah tak bias disembunyikan lagi. Lihat Q.S. Al-Baqoroh : 89. Mereka memang pernah mengikat perjanjian dengan kaum muslimin, akan tetapi tidak dilandasi dengan ketulusan hati yang jujur dan mereka mengira bahwa kaum muslimin adalah kelompok yang lemah yang tidak akan mampu menghadapi kekuatan kafir Quraiys. Mereka terkejut ketika Rasulullah SAW dan para pengikutnya berhasil memporak-porandakan tentara Quraiys dalam perang Badar 17 Ramadhan 2 H.
b)    Rongrongan orang-orang Munafik.
Keberadaan orang-orang munafik tidak bisa di abaikan begitu saja sebagai ancaman yang sangat membahayakan. Pengaruh mereka memang tidak begitu besar, namun apabila dibiarkan bisa menimbulkan malapetaka yang merugikan perjuangan umat Islam. Sekalipun mereka mengaku beriman kepada Rasulullah SAW, namun acap kali mereka menghalang-halangi orang lain masuk Islam. Ketika Rasulullah SAW bersiap menghadapi perang Uhud, kaum munafik keluar dari barisan yang dipersiapkan  atas hasutan Abdullah bin Ubai, pemimpin mereka. Mereka juga mengadakan hubungan baik dengan kaum Yahudi dan pernah menjanjikan bantuan kepada Bani Quraidhah sewaktu yang disebut terakhir ini menghianati kaum muslimin. 
c)    Rongrongan kafir Quraisy dan sekutunya.
Sikap permusuhan kafir Quraiys terhadap Islam tidak berhenti dengan kepindahan Rasulullah SAW dan para sahabatnya ke Madinah. Atas sikap mereka itu Allah SWT menurunkan ayat yang mengizinkan umat Islam mengangkat senjata untuk membela diri, karena mereka sungguh dianiaya (biannahum dzulimu), lihat Q.S. Al-Ahzab : 39-40. Ini adalah ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT mengenai perang. Ayat ini menjadi alasan bagi Rasulullah SAW untuk membentuk pasukan yang dipersiapkan untuk terjun ke medan pertempuan. Pasukan yang pertama dibentuk adalah untuk berjaga-jaga menghadapi serangan dari suku-suku Badui dan kafir Quraiys serta sekutunya. Orang yang boleh diperangi adalah orang yang telah merampas hak, baik harta maupun jiwa dan menghalangi untuk beriman kepada Allah SWT dan melaksanakan ajarannya (lihat Q.S. Al-Baqoroh : 190-191). Perang sebagai jawaban atas permusuhan kafir Qurisy terjadi pertama kali dilembah Badar pada tanggal 17 Ramadhan 2 H. Dalam Al-Qur’an peristiwa ini disebut dengan yaumul furqon, yakni hari pemisah antara yang hak dan yang bathil. Kendatipun pasukan Islam jauh lebih kecil (sekitar 300 orang) namun berhasil meraih kemenangan dari pasukan kafir Quraiys yang jumlahnya sekitar 1000 orang. Hal ini membuat orang-orang Yahudi geram dan kecewa. Mereka mulai menunjukkan sikap tidak bersahabat dengan orang muslim dan berusaha menusuk dari belakang. Sementara itu kafir Quraiys berusaha membalas kekalahan dengan mempersiapkan 3000 pasukan dengan perbekalan dan persenjataan yang lengkap berangkatlah menuju kota Madinah. Turut ambil bagian dalam pasukan kafir ini adalah suku Arab Tihamah, Kinanah, Bani Harist, Bani Haun dan Bani Musthaliq. Pada bulan Sya’ban 3 H terjadilah perang Uhud, dalam peperangan ini kaum muslimin menderita kekalahan akibat keluarnya sebagian pasukan muslimin yang diprovokasi oleh orang munafik bernama Abdullah bin Ubay sehingga kaum muslimin yang berjumlah 1000 orang tinggal kurang lebih dua pertiganya. Dalam peperangan ini dari kaum muslimin yang gugur sebagai syuhada 70 orang, termasuk paman Nabi SAW yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib. Kesempatan ini membuat kesempatan orang Yahudi bani Nadzir untuk menghancurkan kaum muslimin. Mereka berusah membunuh  Rasulullah SAW, namun gagal sehingga mereka di usir dari Madinah. Pada bula syawal 5 H kurang lebih 14.000 tentara kafir termasuk 4000 kafir Quraiys di bawah pimpinan Abu Sofyan menyerbu Madinah. Menghadapi serbuan ini Rasulullah SAW memilih bertahan di kota. Atas saran Salman Al-Farisi kaum muslimin membuat parit-parit di setiap lorong untuk masuk ke kota Madinah. Tidak ada pilihan lain bagi kafir untuk mengepung kota Madinah. Akan tetapi setelah 25 hari pengepungan, perasaan jenuh mulai muncul terutama pada kelompok-kelompok yang tidak mempunyai kepentingan karena yang jelas punya kepentingan adalah kaum kafir dan orang Yahudi. Pada saat yang sama seorang pemimpin Arab Nu’aim bin Mas’ud menghadap Rasulullah SAW dan menyatakan masuk Islam. Tepat pada saat yang menyulitkan kaum muslimin, datanglah badai padang pasir yang mematikan disertai hujan lebat yang menyapu bersih kemah dan  perbekalan mereka (lihat Al-Ahzab : 9). Akhirnya terpaksa mereka kembali dan menyelamatkan diri tanpa membawa apa-apa (lihat Al-Ahzab : 25). Perang ini dikenal dengan nama perang Khandaq, karena kaum muslimin menggunakan parit (khandaq) untuk pertahanan mereka. Dikenal pula dengan sebutan perang Ahzab karena musuh yang menyerang madinah terdiri dari berbagai golongan yang bersekutu (Al-Ahzab). Dalam perang ini gugur 6 sahabat Rasululllah SAW termasuk Sa’ad bin Muadz, mereka gugur sebagai syuhada. Demikian kaum muslimin mempertahankan diri dan serangan yang dilakukan tetap tidak keluar dari kerangka mempertahankan diri.      
Fase perjuangan setelah Perang Ahzab. Pada bulan Dzulqo’dah 6 H Rasulullah SAW beserta 10.000 orang sahabatnya berangkat ke Makkah untuk menunaikan umroh dan haji. Mereka sudah mengenakan pakaian ihrom sejak berangkat dan membawa hewan-hewan yang akan disembelih di Mina agar tidak dicurigai oleh kaum Quraisy. Akan tetapi kafir Quraisy tidak menghendaki kaum muslimin memasuki kota Makkah, karena apapun alasannya berarti itu kemenangan bagi kaum muslimin. Oleh karena itu kafir Quraiys mengirim pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid untuk menghadang kaum muslimin. Kaum muslimin dapat menghidari pertemuan dengan pasukan Khalid bin Walid dengan menempuh jalan lain, sehingga ketika masuk bulan haram mereka sudah sampai di Hudaibiyah, beberapa mil dari kota Makkah. Rasulullah SAW bermusyawrah dengan para sahabatnya kemudian mengutus Usman bin Affan untuk menemui kaum kafir Quraisy guna menyampaikan maksud kedatangan mereka ke Makkah. Akan tetapi Usman bin Affan malah di tahan oleh mereka dan muncul desas desus bahwa Usman mau di bunuh. Rasulullah SAW dengan para sahabatnya mengadakan sumpah setia untuk berperang sampai tercapai kemenangan. Sumpah setia ini terkenal dengan nama Baiah Ar-Ridwan (sumpah yang diridhai Allah SWT). Sumpah ini menggetarkan nyali kaum musyrikin Quraiys sehingga Usman bin Affan dibebaskan dan mereka mengutus Suhail bin Amr untuk mengadakan perjanjian dengan kaum muslimin. Perjanjian inilah yang kemudian terkenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah yang pokok-pokok isinya antara lain :
a)      Segala permusuhan kedua belah fihak dihentikan selama 10 tahun.
b)      Setiap orang Quraiys yang datang kepada kaum muslimin tanpa seijin walinya harus di tolak dan dikembalikan.
c)      Setiap orang Islam yang menyerahkan diri kepada fihak Quraiys tidak akan dikembalikan.
d)      Setiap kabilah yang ingin bersekutu dengan kaum Quraiys maupun dengan kaum muslimin tidak boleh dihalang-halangi oleh salah satu fihak.
e)      Kaum muslimin tidak boleh memasuki kota Makkah pada tahun itu, namun diberi kesempatan pada tahun berikutnya dengan syarat tidak membawa senjata kecuali pedang dalam sarungnya dan tidak boleh tinggal di Makkah lebih dari 3 hari.
Dalam peristiwa ini Rasulullah SAW menunjukkan kemampuannya sebagai seorang politikus yang pandai berdeplomasi. Perjanjian ini menunjukkan pengakuan Quraiys terhadap eksistensi kaum muslimin dan ini berarti kemenangan bagi umat Islam. Sepintas lalu perjanjian tersebut memang berat sebelah dan merugikan kaum muslimin. Akan tetapi selama gencatan senjata banyak tokoh Qurays yang masuk Islam seperi Kholid bin Walid, Amr bin Ash dan Usman bin Thalhah. Selama genjatan senjata berlangsung, Rasulullah SAW mulai mendakwahkan Islam kepada kabilah-kabilah Arab lainnya, dan mengirimkan surat kepada Kaisan Romawi, Kisra Persia, Gubernur Yaman, Kaisan Habsyi, Gubernur Ghassaniah (Basro di bawah kekuasaan Romawi) dan gubernur Mesir.  Kisra dari Persia dengan keangkuhannya merobek-robek surat dari Rasulullah SAW dan menghina serta mengusir pembawanya. Dalam pada itu Harits bin Umar yang di utus Rasulullah SAW kepada Gubernur Ghassaniyah di tolak dengan kasar dan kemudian di bunuh. Penghinaan yang dilakukan Gubernur Ghassaniyah dan pembunuhan atas Harits bin Umar memicu berkorbannya perang Mu’tah. Dalam perang ini panglima muslim Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid. Kepemimpinannya dilanjutkan oleh Abdullah bin Ruwahah namun iapun gugur. Demikian pula Ja’far bin Abi Thalib yang menggantikan Abdullah gugur di tangan tentara Romawi. Khalid bin Walid yang tampil menggantikan Ja’far, dengan naluri seorang panglima berpengalaman memberi komando kepada pasukannya supaya mundur dan kembali ke Madinah. Ini terjadi pada tahun 8 H. Peristiwa ini menyadarkan kepada kaum muslimin bahwa di utara ada musuh yang tidak bisa di remehkan. Pada tahun ketika terjadi perang Mu’tah orang-orang Quraiys membantu sekutu mereka Bani Bakar yang berselisih dengan Bani Khuza’ah (sekutu kaum muslimin).
Tindakan ini berarti melanggar perjanjian Hudaibiyah. Menanggapi sikap kaum Quraiys ini pada 10 Ramadhan 8 H, Rasulullah SAW memimpin 10.000 pasukan berangkat berangkat menuju Makkah. Ketika pasukan besar itu berkemah di dekat kota Makkah, Abbas bin Abdul Muthalib datang menyatakan keIslamannya, disusul Abu Sofyan pemimpin besar Quraiys yang sudah kandas dengan ambisinya. Setelah Abu Sofyan menyerah, Rasulullah SAW memerintahkan pasukannya untuk memasuki kota Makkah lewat 4 penjuru. Dengan demikian Makkah jatuh ke tangan kaum muslimin tanpa perlawanan sama sekali. Patung-patung dan berhala di sekeliling Ka’bah mereka hancurkan kemudian mereka thawaf mengelilingi Ka’bah dan kemudian turunlah QS. Al-Isro’ : 81. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Ramadhan 8 H. Inilah yng disebut dengan Fathul Makkah. Dengan pembebasan kota Makkah bukan berarti musuh Islam sudah lenyap, kabilah-kabilah di sekitar Makkah seperti Badui, kaum Masehi di Najran, dan beberapa kabilah yang terdiri dari Hawazin, Tsaqif, Jusyam, Nasr, Sa’ad bin Bakar dan Bani Hilal membentuk persekutuan baru untuk menyerang kaum muslimin.  10.000 pasukan dari Madinah + 2.000 dari Makkah segera disiapkan untuk menyerang para komplotan sebelum mereka menyerang. Ketika pasukan kaum muslimin melewati jalan-jalan sempit di sela-sela bukit Hunain pegunungan Tihamah tiba-tiba diserang dengan membabi buta hingga membuat pasukan kaum muslimin sempat kocar kacir. Kemudian Rasullullah SAW berdiri ditemani tidak kurang  dari 100 sahabat termasuk Abu Bakar, Umar, Ali dan Abbas memberikan komando untuk melakukan serangan balik dan akhirnya musuh dapat taklukkan. Sisa-sisa musuh yang kalah melarikan diri ke Thaif termasuk pemimpin mereka Malik bin Auf  dan bertahan di benteng kota yang terkenal sangat kuat. Kaum muslimin mengepung benteng itu beberapa waktu lamanya namun tidak berhasil. Akhirnya Rasulullah SAW kembali ke Ja’ronah dan tetap memblokir daerah sekitarnya. Pada saat itulah kabilah Hawazin menyerah dan menyatakan masuk Islam, begitu juga penduduk Thaif yang menderita akibat blokade kaum muslimin juga menyatakan masuk Islam.
Pada bulan Rajab 9 H bertepatan dengan bulan oktober 630 M. Rasulullah SAW mempersiapkan pasukan untuk menghadapi tentara Romawi di utara. Karena medan yang dituju amat jauh dan musuh yang dihadapi sangat kuat dan terlatih maka Rasulullah SAW membentuk pasukan khusus yang dinamakan “Jaisyul Usroh”, (Laskar Saat Kesulitan) karena pada waktu sedang terjadi musim panas dan di Madinah sedang musim panen. Seluruh biaya perang di tanggung oleh beberapa sahabat yang kaya seperti Abu Bakar mendermakanseluruh hartanya, Utsman mendermakan 300 unta dan uang 1000 dinar. Pasukan Romawi yang semula akan menyerang tentara Islam, mundur kembali ke negerinya setelah melihat betapa besar jumlah pasukan lawan yang dipimpin Rasulullah SAW dan pahlawan-pahlawan padang pasir yang tak kenal mundur. Kaum muslimin tidak mengejar mereka tetapi berkemah di Tabuk. Oleh karena itu peristiwa itu dikenal dengan nama perang Tabuk.

Sesudah Islam mencapai kemenangan hampir diseluruh jazirah Arab hanya kabilah-kabilah yang terpencar-pencar yang belum menganut Islam. Ketika pemuka-pemuka kabilah itu mengetahui bahwa Makkah sudah di kuasai oleh kaum muslimin, mereka menyadari tidak mungkin lagi ada kekuatan yang mampu memerangi kaum muslimin. Oleh Karen itu, sejak tahu 9 H (630/631 M) para utusan kabilah-kabilah Arab datang berbondong-bondong menghadap Rasulullah SAW menyatakan masuk Islam. Mereka itu antara lain Bani Tsaqif dari Thaif, Bani As’ad dari Najd, Bani Tamim disusul kemudian oleh utusan dari Yaman dan sekitarnya pada tahu 10 H. Oleh Karena itu tahun ini disebut tahun perutusan atau ‘Am Al-Wufud. Demikianlah Islam telah merata diseluruh jazirah Arab setelah Rasulullah SAW berjuang lebih dari 20 tahun. Bangsa Arab yang sebelumnya berpecah belah dan selalu bermusuhan, kini bersatu di bawah seorang pemimpin dan bernaung di bawah satu panji yaitu panji Islam.      
(dilansir dari buku PAI kelas X: H. Muhtadi, M.Ag. dkk)    

Hijrah Ke Yasrib


Setelah Baiah Aqobah ke dua tindakan kekerasan terhadap kaum muslimin makin meningkat, bahkan musyrikin Quraisy sepakat akan membunuh Rasulullah SAW. Menghadapai kenyataan ini Rasulullah SAW menganjurkan kepada para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Kelompok orang lemah diperintahkan lebih dulu karena merekalah yang paling banyak menderita penganiayaan dan paling sedikit mendapatkan perlindungan. Rasulullah SAW sendiri baru meninggalkan Makkah setelah seluruh kaum muslimin keluar dari Makkah kecuali Ali dan keluarganya, berikut Abu Bakar dan keluarganya. Ketika akan berangkat Rasulullah SAW meminta Ali untuk tidur di kamarnya untuk mengelabuhi musuh yang berencana membunuhnya. Beliau berangkat ke gua Tsur, arah selatan Makkah ditemani oleh Abu Bakar. Mereka bersembunyi di gua Tsur selama 3 malam. Tidak ada yang tahu tentang keadaan dan tempat persembunyian mereka selain putera puteri Abu Bakar sendiri, Abdullah, Aisyah dan Asma serta sahayanya Amir bin Fuhairoh. Merekalah yang mengirimkan makanan setiap malam dan menyampaikan kabar mengenai pergunjingan penduduk Makkah tentang Rasulullah SAW.
Pada malam ketiga mereka keluar dari persembunyiannya untuk melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib ditemani oleh Abdullah bin Abi Bakar dan Abdullah bin Arqod seorang musyrik yang bertugas sebagai petunjuk jalan. Rombongan ini bergerak ke arah barat menuju laut merah kemudian belok ke utara mengambil jalan yang tidak biasa dilalui oleh kafilah-kafilah pada umumnya. Setelah mengarungi padang pasir yang sangat luas dan amat panas akhirnya pada hari Senin, tanggal 8 Rabi’ul Awal tahun I Hijriyah, tibalah Nabi Muhammad SAW di Quba, sebuah tempat kira-kira 10 km dari kota Yatsrib.
Selama 4 hari di Quba beliau menginap di rumah Kultsum bin Hadam, seorang laki-laki tua yang rumahnya sering dijadikan pangkalan bagi orang-orang yang baru datang ke Yatsrib. Sedangkan Abu Bakar menginap di rumah Hubaib bin Isaf. Selam 4 hari istirahat, Nabi SAW mendirikan sebuah Masjid, yaitu masjid Quba. Itulah masjid yang pertama kali didirikan dalam sejarah umat Islam. Rasulullah SAW yang meletakkan batu pertama di kiblatnya, diikuti oleh Abu Bakar kemudian diselesaikan oleh para sahabatnya. Tiga hari kemudian Ali bin Abi Thalib tiba di Quba selama menempuh perjalanan selama 15 hari. Ia bergabung dengan Rasulullah SAW tinggal di rumah Ibnu Hadam. Keesokan harinya jum’at 12 Rabiul Awal bertepatan dengan 24 September 622 M rombongan muhajirin ini melanjutkan perjalanan ke Yatsrib.
Kedatangan Rasulullah SAW disambut dengan hangat penuh kerinduan oleh kaum Ansor. Begitu sampai di kota ini beliau melepas tali kekang unta yang ditungganginya dan membiarkan unta itu berjalan sekehendaknya. Unta itu baru berhenti di sebidang kebun yang di tumbuhi beberapa pohon kurma bersebelahan denga rumah Abu Ayyub. Kebun ini milik dua anak yatim bersaudara yang di asuh oleh Abu Ayyub bernama Sahl dan Suhail putera Rafi’ bin Umar. Atas permintaan Muadz bin Ahro’,  kebun ini di jual dan di atasnya di bangun masjid atas perintah Rasuluulah SAW. Sejak kedatangan Rasulullah SAW Yatsrib berubah namanya menjadi Kota Madinah atau Madinatur Rasul atau Madinatul Munawwaroh.

Setelah menetap di Madinah ini Rasulullah SAW barulah memulai rencana mengatur siasat dan membentuk masyarakat Islam yang bebas dari tekanan dan ancaman, mempertalikan hubungan kekeluargaan antara kaum Muhajirin dan Ansor, mengadakan perjanjian saling membantu antara kaum muslimin dengan bukan muslim, menyusun siasat, ekonomi, social serta dasar-dasar Daulah Islamiyah.
(dilansir dari buku PAI kelas X: H. Muhtadi, M.Ag. dkk)

Orang-orang Yasrib Masuk Islam

                            

Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah SAW pada setiap musim haji mengunjungi kemah-kemah jama’ah haji untuk menyampaikan dakwahnya. Aktivitas ini mendapat respon sebagaimana ditunjukkan oleh Suwaid bin Shamit, seorang tokoh suku Aus dari Yatsrib yang menyatakan tertarik pada ajakan Rasulullah SAW. Selang beberapa lama setelah itu Iyaz bin Mu’adz seorang pemuda Khazroj juga menyatakan keIslamannya ketika Rasulullah SAW menemui rombongan kabilah Khazroj saat mereka datang ke Makkah. Aus dan Khazroj adalah dua kabilah Arab terkemuka di Yatsrib yang selalu bermusuhan. Mereka sedikit banyak sudah memiliki pengertian tentang ketuhanan, wahyu, kenabian dan hari akhir.

Pada musim haji tahun ke 11 dari kenabian, beberapa orang Khazroj, dua diantaranya Bani Najron masuk Islam. Sejak itu Rasulullah SAW menjadi pembicaraan hangat dari penduduk Yatsrib. Pada musim haji tahun berikutnya  12 orang laki-laki dan seorang perempuan dari Yatsrib menemui Rasulullah SAW di Aqobah. Mereka berikrar tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak menfitnah dan tidak mendurhakai Muhammad SAW. Peristiwa ini dikenal dengan Baiah Al-Aqobah Al-Ula (Baiah Aqobah pertama). Setelah itu Rasulullah SAW mengutus Mus’ab bin Umair untuk mengajarkan Islam kepada penduduk Yatsrib. Setahun kemudian pada malam hari seusai menunaikan ibadah haji terjadi Baiah Al-Aqobah Ats-Tsaniyah (Baiah Aqobah kedua), dimana 73 orang laki-laki dan dua orang perempuan dari Yatsrib bertemu dengan Rasulullah SAW, yang waktu itu di dampingi Abbas bin Abdul Mutholib di Aqobah. 12 orang pemuka Aus dan Khazroj, masing-masing mewakili yang ada dalam kabilahnya, mengucapkan sumpah setia akan membela Rasulullah SAW walaupun jiwa dan harta taruhannya. Orang-orang Yatsrib itu masuk Islam tampaknya termotivasi oleh keinginan melepaskan diri dari perbudakan orang-orang Yahudi.  (dilansir dari buku PAI kelas X: H. Muhtadi, M.Ag. dkk)

Hikmah dan Manfaat Wakaf

Mengutip dari hadist Rasulullah SAW tentang keutaman wakaf dan hikahnya
Dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu, ”Sesungguhnya Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda, Apabila seseorang meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah (wakaf)[4], ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan ibu bapaknya.”

dari hadist tersebut dapat kita ambil sebuah analisa bahwa wakaf merupakan amal jaryah yang tidak terputus. pada dasarnya, setiap kita yang meninggal akan terputus segala hubugan terhadap kehidupan duniawi, kita akan terpisah oleh sanak saudara, kerabat dan harta kita. namun Allah tidak memutus tali hubungan kita terhadap amal jariyah, doa anak shaleh dan ilmu yang bermanfaat. di dunia kita hidup tidak lain hanyalah persinggahan, dan tempat yang kekal abadi adalah akhirat, di dunia jadikanlah kehidupan ini sebagai tabungan amal yang baik, tabungan tersebut sebagai bekal kelak menuju jalannya syurganya Allah SWT. baik kita langsung saja ke pook pembahasan yaitu hikmah dan manfaat wakaf. berikut uraiannya;

  Wakaf  memiliki banyak hikmah dan manfaat baik bagi yang mewakafkan atau untuk pengguna wakaf . Untuk itu di bawah ini akan disebutkan sebagian kecil dari hikmah dan manfaat wakaf :
1.      Hikmah wakaf
a.       Menghilangkan sifat tamak dan kikir manusia atas harta yang dimilikinya.
b.      Menanamkan kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda itu meski telah menjadi milik seseorang secara sah, tetapi masih ada di dalamnya harta agama yang mesti diserahkan sebagaimana halnya juga zakat.
c.       Menyadarkan seseorang bahwa kehidupan di akhirat memerlukan persiapan yang cukup . Maka persiapan bekal itu diantaranya adalah harta yang pernah diwakafkan
d.      Dapat menopang dan mengerakan kehidupan sosial kemasyarakatan umat islam, baik aspek ekonomi, pendidikan, sosial budaya dan lainnya.
2.      Manfaat wakaf
Di antara manfaat wakaf baik bagi wakif dan pengguna wakaf adalah  :
a.       Pahala yang trus menerus mengalir selama benda yang diwakafkan masih dimanfaatkan walaupun si wakif sudah meninggal dunia

b.      Terus-menerusnya manfaat dalam berbagai jenis kebaikan dan tidak terputus dengan sebab berpindahnya kepemilikan.

Saturday, 18 January 2014

Iman Kepada Qadha dan Qadar



 Pengertian Qadha dan Qadar
Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Sedang menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar adalah perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya. Firman Allah:
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS .Al-Furqan ayat 2).
2. Hubungan antara Qadha dan Qadar
Telah diuraikan diatas bahwa  Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Sedang Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut:
 وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ (21
Artinya ” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
Ayat ini menerangkan bahwa sumber segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, semuanya ada dalam khazanahnya. Hanya saja untuk menggali dan mencari segala sesuatu yang diperlukan itu hendaklah disertai dengan kerja dan usaha yang keras; mustahillah seseorang akan memperolehnya tanpa ada usaha mencarinya. Hal ini adalah sesuai dengan Sunnatullah. Menurut Sunnatullah bahwa orang yang akan diberi rezeki ialah orang-arang yang berusaha dan bekerja. Sesuai dengan Sunnatullah, maka agama Islam menganjurkan agar kaum Muslimin berusaha dengan sekuat tenaga mencari segala sesuatu yang diperlukan di dalam perbendaharaan Allah itu
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah, yaitu
Qadar atau takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, ”sudah takdir”, maksudnya qadha dan qadar.
3.Kewajiban beriman kepada dan qadar
Dalamsuatu hadist diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya: Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaekat-malaekat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim)
Seorang laki-laki tersebut adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang pada saat itu untuk memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang selalu dibenarkan oleh Malaekat Jibril itu berisi tentang rukun iman. Salah satunya dari rukun iman tersebut adalah iman kepada qadha dan qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar adalah merupakan pengakuan hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas kehendak Allah.
 Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
4.Hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar
Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ” Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.”
Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”.
Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Mengenai hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam :
1.Takdir mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. ( Q.S Ar-Ra’d ayat 11)
2.Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.
B.Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
1.Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Firman Allah:
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
2.Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT:
Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
3.Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Firaman Allah:
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
4.Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
(dilansir dan dikutib dari http://hbis.wordpress.com/2007/12/10/iman-kepada-qadha-dan-qadar/)