Asmaul
Husnaberasal dari kata al-asma yang berarti nama-nama dan al-husna yang berarti baik. Jadi al-Asmaul Husnasecara bahasa diartikan dengan nama-nama yang baik. Asmaul Husnaadalah nama Allah yang
terbaik. Bisa dikatakan pula sebagai asma Allah yang terindah. Ia merupakan
puncak keindahan karena di dalamnya terdapat makna terpuji dan termulia.
Nama-nama terindah itu mengandung pengertian kehidupan yang sempurna, yang
tidak didahului dengan ketiadaan dan tidak diakhiri dengan kesirnaan. Tidak
berawal dan tidak berakhir.
Secara fitrah manusia telah dibekali
sifat-sifat baik dan terpuji. Sifat-sifat tersebut merupakan pancaran dari asmaul husna. Sayangnya sejalan dengan
perkembangan dan pengaruh lingkungan, sifat-sifat dasar tersebut perlahan-lahan
melemah dan menjadi terkalahkan.
Sejak lahir, manusia telah dilengkapi dengan
hati yang fitrah (bersih). Hal ini
merekam sifat-sifat Allah. Jika ia mampu memeliharanya samapai dewasa, maka
pancaran Asmaul Husnaakan membuat
dirinya menjadi mulia. Tapi jika sifat fitrah itu terkontaminasi dengan sesuatu
yang buruk, maka sifat-sifat fitrah ini akan menjadi lemah bahkan terkalahkan
dan terbelenggu oleh emosi diri, prasangka negative, kepentingan pribadi dan
pengaruh-pengaruh luar yang tidak menguntungkan.
Sifat-sifat dasar ini tidak akan pernah hilang
dari manusia sampai dia meninggal, walaupun dia terkalahkan oleh sifat-sifat buruk.
Hal inilah yang menjadi dasar keimanan seseorang kepada Allah SWT. Jika dia
mampu menjaga dan mempercayai suara-suara hati yang baik, maka nilai
keimanannya kepada Allah akan semakin baik.
Mari kita pelajari QS Al-A’raf/7 : 180 berikut:
Artinya:
“Dan bagi
Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengannya, dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya. nanti mereka
akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (QS Al-Araf/7:180)
Manusia sebagai wakil Allah, tentunya Allah
bekali dengan sifat-sifat yang melekat pada-Nya. Meskipun sifat-sifat itu tidak
akan pernah sama. Misalnya Allah memiliki sifat Maha Adil, manusia sebagai
wakil Allah dalam mengelola alam semesta ini pula harus memiliki sifat adil.
Apa yang akan dilakukan dengan memperhatikan asas keadilan terhadap manusia lain,
makhluk Allah yang lain yang Allah titipkan kepada kita untuk mengurusnya. Satu
contoh ketika kita mau merusak hutan, kita harus mempertimbangkan keadilan
kepada manusia lain yang akan kekurangan oksigen dan persediaan air, hewan yang
akan kehilangan tempat tinggal dan habitatnya, tumbuhan lain yang akan
kehilangan sumber makanan karena daun-daun yang berjatuhan di atas mereka tidak
lagi berjatuhan. Inilah makna Asmaul
HusnaAllah dalam kehidupan kita.
Untuk lebih memahami makna Asmaul Husnaini marilah kita perdalam pemahaman kita tentangnya
dengan mempelajari beberapa Asmaul Husna berikut:
1.
Al-Karim (Maha Mulia):
Mari kita
pelajari QS An-Naml/27 ayat 40 :
Artinya:
“Barang siapa bersyukur, maka
sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya, dan barangsiapa yang ingkar maka sesungguhnya rabbku maha cukup dan maha mulia”.
Allah memiliki sifat al-Kariim, artinya Allah Maha Mulia, ajaranNya pun mengandung
kemuliaan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, mulia dimaknai dengan tinggi
(derajat, pangkat, jabatan), luhur (budi), dan bermutu tinggi.
Kemuliaan Allah
tercermin dari sifat-Nya yang tidak pilih kasih dalam memperlakukan makhlkNya.
Dia berikan makhluk-Nya kenikmatan yang sangat sulit dihitung. Allah tidak
meminta balasan apapun dari makhluk-Nya atas segala nikmat tersebut. Malah kita diberi
kebebasan untuk mengikuti ajaran-Nya ataupun tidak. Karena seperti ayat diatas,
sebenarnya jika kita bersyukur (berterimakasih) terhadap nikmat yang kita
peroleh dari Allah, sebenarnya kita bersyukur terhadap diri kita sendiri.
Untuk menguji keluhuran
dan kemuliaan Allah mari kita jawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
a.
Adakah yang bisa menciptakan oksigen yang kita
hirup secara gratis sepanjang usia kita?
b.
Adakah yang memberikan air yang segar dan
menyuburkan secara gratis selain Allah?
c.
Adakah yang bias memberikan sinar matahari
gratis yang dapat member kehangatan, kesehatan dan penerang bagi makhluk?
Dan masih
banyak lagi nikmat Allah yang tidak akan dapat kita hitung dan kita sebutkan
satu persatu. Semuanya GRATIS, Allah tidak meminta apapun kepada kita. Allah
hanya menawarkan kepada kita, jika kita ingin hidup bahagia, sejahtera ikutilah
aturan-Nya. Tapi jika tidak mau, kita dipersilahkan untuk memilihnya, dengan
konsekuensi hidup sesuai pilihan kita masing-masing.
Inilah yang
menunjukkan kemuliaan dan keluhuran Allah. Manusia sebagai wakil Allah, makhluk
kepercayaan Allah untuk memimpin kehidupan alam semesta ini tentu harus
memiliki sifat seperti siapa yang kita wakili. Sebagai dasarnya Allah sudah
tiupka pada qalbu kita sifat dasar kemuliaan.
Sudahkah kita
sebagai wakil Allah lebih baik dari mahkluk Allah yang lain yang Allah serahkan
kepada kita pengelolaannya. Sudahkah kita melebihi matahari dalam member
manfaat kepada makhluk Allah yang lain?. Jika belum, maka sebenarnya kita belum
menjadi manusia. Karena manusia hakikatnya adalah khalifah. Manusia adalah
pemimpin bagi alam semesta ini.
Kemuliaan yang
harus melekat dan menjadi sifat manusia sebagai
makhluk kepercayaan Allah dimulai dari kesadaran diri bahwa kemuliaan
hanya akan didapat dengan cara memuliakan yang lain. Jadilah manusia yang
sebenarnya dengan mempelajari buku panduan pengelolaan alam semesta ini yang
dikeluarkan oleh Allah kepada contoh manusia paripurna, Rasulullah Muhammad
SAW. Dengan mempelajari dan mengaplikasikan Al-quran dalam kehidupan ini akan
lahirlah manusia-manusia sebenarnya yang memiliki kemuliaan sesuai dengan yang
disampaikan Allah dalam QS At-Tiin/96:4 berikut :
Artinya: “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik”
2.
Al-Mu'min (Maha
Mengaruniakan Keamanan):
Al-mu’min
adalah isim fa’il dari kata amana, yang artinya pemberi keamanan. Allah
memiliki sifat al-mu’min artinya Allah adalah zat yang maha memberikan keamanan
kepada makhlukNya. “Ya Allah, lindungilah kami dari marabahaya dan ketakutan” inilah
do’a yang sering kita panjatkan kepada Allah. Ini merupakan bukti bahwa Allah
adalah pemberi rasa aman dan pemberi ketenangan di hati manusia.
QS Al-Quraisy/106 : 3-4 menyebutkan:
Artinya:
3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik
rumah ini (Ka'bah).
4. yang telah memberi makanan
kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Merupakan sebuah naluri dan sifat fitrah
manusia baik secara pribadi maupun sosial cenderung untuk mendapatkan rasa
aman. Karena kecenderungan inilah, manusia sebagai khalifah harus memberikan
rasa aman tersebut kepada alam semesta. Rasulullah bersabda, “Demi Allah tidak
beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Mendengar demikian
para sahabat bertanya, “Siapakah yang engkau maksudkan ya Rasulullah?” Jawab
rasulullah, “Yang tidak memberikan rasa aman tetangganya dari gangguannya.” HR
Bukhori.
Indahnya kehidupan ini jika setiap manusia
memiliki sifat al-Mu’min. Ia akan saling memberikan rasa aman kepada sesamanya
dan kepada makhluk Allah yang lain. Memberikan rasa aman kepada orang lain
dapat dilakukan dengan bersikap jujur, amanah dan dapat dipercaya. Sikap tidak
jujur dan khianat serta mencari kesalahan orang lain dapat memicu ketidaknyamanan
kehidupan orang lain. Prilaku mencuri, korupsi, tawuran adalah beberapa prilaku
yang bertolak belakang dengan Asmaul
Husnaal-mu’min. Jika kita percaya bahwa Allah memiliki sifat al-mu’min,
maka jadilah wakilNya yang dapat mengejawantahkan sifat tersebut dalam
kehidupan kita. Jadilah pemberi keamanan kepada makhluk Allah yang lain.
3.
Al Wakil (Maha
Mewakili/Penolong):
Alwakiil berasal dari kata wakala yang artinya menyerahkan dan mempercayakan suatu urusan
kepada orang lain (mewakilkan). Dalam konteks asmaul husna, Allah al-Wakiil dapat dimaknai bahwa Allah adalah Dzat yang paling tepat
untuk diserahi segala urusan. Artinya kita menyndarkan segala urusan kita
kepada Allah SWT.
Dalam
kehidupan, sering kita menemukan kegagalan. Dari kegagalan ini akan lahir dua
tipe manusia. Pertama tipe orang optimis (tawakkal) yang
memasrahkan dan meyakini bahwa segala urusan apapun dalam kehidupan ini ada
yang maha mengatur. Tipe manusia kedua adalah tipe orang putus asa, orang-orang
seperti inilah yang tidak menyadari bahwa dibalik sesuatu yang kita alami, kita
lihat, kita dengar, kita rasakan ada hikmah yang harus kita ambil pelajaran
untuk menjalani masa depan.
Ada seseorang yang mengatakan hidup itu ibarat
berjalan mengendarai mobil. Kaca depan dan kaca spion merupakan dua kaca yang
sangat penting diperhatikan. Kaca depan pasti lebih besar dari kaca spion. Ini
menandakan bahwa peluang kehidupan di depan lebih besar. Kita hanya perlu
melihat ke belakang melalui kaca yang kecil untuk memastikan bahwa pergerakan
kita tidak membahayakan orang lain. Coba bayangkan bagaimana jadinya jika dalam
mengendarai mobil, kita lebih banyak memandangi kaca spion. Demikianlah
perumpamaan orang-orang yang terlalu banyak memandangi dan meratapi masa lalu.
Dia akan mencelakakan dan menggangu orang di sekitarnya.
Sebuah pepatah mengatakan, “Manusia hanya bisa
berencana, Tuhanlah yang menentukan”. Pepatah ini sangat tepat menggambarkan
bahwa Allah adalah al-Wakiil, yang siap membantu untuk menyelesaikan
masalah-masalah kita. Inilah luarbiasanya Allah, Dia mempercaya kita untuk
menjadi wakil-Nya mengelola alam semesta, namun jika kita menemukan masalah
dalam tugas tersebut, kita
diperintahkan-Nya untuk meminta bantuan-Nya. QS Ali Imran/3 : 173 menyebutkan:
Artinya:
“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada
mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah
mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada
mereka", Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:
"Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik
Pelindung".
Selain itu dalam QS Annisa/4 : 132
Artinya: “dan kepunyaan Allah-lah
apa yang di langit dan apa yang di bumi. cukuplah Allah sebagai Pemelihara”.
Keimanan bahwa
Allah memiliki sifat al-wakiil akan mendorong kita untuk selalu dekat kepada-Nya. Kita
akan melakukan sesuatu tanpa terlalu memikirkan hasilnya, karena tugas kita
dalam hidup ini sebenarnya adalah bekerja, berkreasi, berkatifitas. Adapun
masalah hasilnya kita serahkan kepada Allah.
Dari asma Allah
al-Wakiil ini kemudian lahirlah konsep tawakkal. Tawakkal dalam bahasa
Indonesia dapat disamakan dengan optimis, yakin bahwa Allah selalu memberikan
yang terbaik untuk kita. Dari asma Allah al-Wakiil ini pula dapat ditemukan
keindahan ajaran Islam tentang takdir. Dalam beberapa kitab dijelaskan bahwa
takdir manusia semua telah diatur oleh Allah. Rizkinya, usianya, jodohnya dan
lain-lain. Kita tidak tahu apakah akan menjadi orang kaya atau miskin, berumur
panjang atau pendek, dapat perawan/perjaka atau kakek/nenek. Karena kita tidak
tahu takdir kita seperti apa, maka wajib untuk kita berikhtiar. Namun ingat
jika gagal, Allah adalah al-Wakiil. Dia siap membantu kita menyelesaikan
masalah kita. Menghadaplah kepadaNya kapanpun kita butuh. Dimana? Kita dapat
menemui dan berbincang/konsultasi dengan Allah di ruangan khusus yang disebut
tempat sujud. Masjid menjadi tempat konsultasi kita dengan Allah berkaitan
dengan laporan perkembangan tugas kita sebagai wakil-Nya. Kapan? Jika kita
ingin langsung diterima di ruangan-Nya maka carilah waktu dimana wakil-wakil
yang lain sedang istirahat yakni pada saat tengah malam.
4.
Al-Matin (Maha
Kokoh/Kuat)
Allah memiliki asma
al-Matiin artinya Allah adalah Dzat yang Maha Kokoh dalam kekuasaan-Nya. Allah
adalah Dzat yang maha kuat dalam pendirian-Nya. Allah adalah Dzat yang maha
teguh dalam janji-Nya.
Allah menjanjikan kebahagiaan dan surge bagi
hamba yang mengikuti perintah-Nya, dan Allah menjanjikan kehidupan yang saling
bermusuhan dan panas serta Nerakan bagi yang mengingkari dan menolak
aturan-aturan-Nya. Ini semua tidak akan pernah berubah sampai kapanpun, karena
Allah al-Matiin sesuai dengan QS Ad-Dzariyat/51 : 58,
Artinya: “Sesungguhnya
Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”.
Manusia sebagai waki-lNya, tentu pula harus
memiliki sifat ini. Kita harus memiliki sifat teguh, tidak gampang tergoda
dan tergoyahkan dengan harapan-harapan palsu yang mengintai dan menggoda kita.
Manusia yang meyakini bahwa Allah al-Matiin akan terus
berusaha menjadi manusia yang teguh pendirian dalam kebenaran, kuat kemauan
untuk menjadi manfaat bagi manusia dan mahkluk Allah yang lain.
5.
Al-Jami’ (Yang Maha Mengumpulkan)
Dalam QS Ali
Imran/3 ayat 9 Allah SWT berfirman :
Artinya: "Ya Tuhan Kami,
Sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari
yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
Jami’
berasal dari kata jama’ah yang artinya kumpulan, lebih
dari satu, banyak. Allah bersifat al-Jami’ artinya Allah maha
mengumpulkan/mempersatukan.
Selain Allah
akan mengumpulkan kita nanti pada hari kiamat, Allah al-jami’ juga dapat kita
buktikan dalam kehidupan ini. Coba kita amati sistem tata surya, adakah yang
mampu mengumpulkan matahari, planet, asteroid, bintang, dan benda langit
lainnya menjadi satu kesatuan sistem yang harmonis? Atau kita perhatikan
kehidupan di laut. Didalamnya hidup berbagai jenis makhluk yang Allah kumpulkan
menjadi sebuah ekosistem laut yang saling berhubungan dan saling membutuhkan? Subhanallah !.
Itulah asma
Allah al-Jami’. Ada dua pelajaran yang dapat kita petik dari asma
Allah al-Jami’.
Pertama Allah
akan mengumpulkan kita nanti pada hari Akhir. Maka sudah siapkah kita
mempertanggungjawabkan tugas kita sebagai khalifah di muka bumi ini?
Kedua, sebagai
khalifah, wakil yang dipercaya Allah untuk mengatur kehidupan alam semesta ini.
Kita harus membumikan al-Jami’ dalam kehidupan. Kita harus menjadi katalisator
untuk terbentuknya persatuan dan kesatuan mahkluk-makhluk Allah sehingga
menjadi satu kesatuan sIstem kehidupan yang harmonis dan saling membutuhkan.
Bayangkan jika kelompok katak sawah mengasingkan diri, tidak mau menyatu karena
kepentingannya dalam sebuah ekosistem sawah. Maka akan matilah seluruh burung
elang karena katak sawah mengingkari tugas sebagai makhluk yang Allah cipatakan
sebagai makanan burung elang. Akibat dari pengingkaran katak sawah tersebut,
maka hancurlah ekosistem sawah yang harmonis tersebut.
Dari sifat
al-Jami’-lah yang Allah tampakkan dalam rantai makanan dan ekosistem sawah,
pelajaran berharga untuk kita sebagai wakil-Nya. Jagalah persatuan dan kesatuan
sistem kehidupan, bertanggungjawablah pada tugas dan fungsi masing-masing.
Jangan merasa diri yang paling baik dan paling benar. Karena hanya Allah yang
bisa memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Jangan sok tahu dengan
menghakimi orang lain salah, dan kemudian kita menarik diri dari tugas dan
fungsi kita dalam system kehidupan. Bukankah Allah berfirman :
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi
yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih
baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan fasik
setelah beriman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim. (QS Al-Hujuraat/49:11)
Sebagai wakil dari al-Jami’ mari kita menjadi pemersatu dari segala unsure
kehidupan ini agar menjadi sebuah kehidupan yang harmonis dan indah.
6.
Al-‘Adl (Maha Adil)
dalam QS. Al-Baqarah/2 ayat 216 Allah
SWT berfirman :
Artinya: ”…. boleh Jadi kamu
membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui”.
Allah bersifat al-Adlu
artinya yang Maha Adil. Menurut kamus besar bahasa Indonesia ; adil adalah sama berat; tidak
berat sebelah; tidak memihak. Maksud Allah memiliki sifat adil adalah bahwa
Allah adalah Dzat yang memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi.
Di manakah letak keadilan Allah
ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa ada yang kaya dan ada yang miskin?.
Gugatan inilah yang sering muncul pada orang-orang tidak beruntung secara
finansial.
Allah memiliki
hari Akhir, waktu dan tempat manusia mempertanggungjawabkan tugas mereka
sebagai khalifah. Untuk memahami adil-Nya Allah mari kit abaca ilustrasi
berikut:
Ada dua orang bawahan yang ditugaskan oleh
atasannya untuk membangun sebuah perkampungan. Sebut saja A dan B. Si A hanya
dibekali oleh atasannya pengetahuan tentang bagaimana cara membangun perkampungan.
Sementera si B dibekali oleh atasannnya fasilitas yang memadai, diantaranya
uang, mobil dan lain-lain.
Setelah masa kontraknya selesai, kedua karyawan
tersebut dipanggil oleh atasannya. Keduanya harus mempertanggungjawabkan tugas
masing-masing. Jika kita menjadi atasan si A dan si B, apakah pertanyaan yang
diajukan kepada keduanya sama? Apakah yang harus
dipertanggungjawabkan keduanya sama? Ya. Tentu akan berbeda. Si B akan mendapat
pertanyaan dan pertanggungjawaban yang berat karena dia harus mempertanggungjawabkan
penggunaan uang, mobil dan fasilitas-fasilitas lain. Sementara si A hanya akan
ditanya tentang ilmu yang dia manfaatkan.
Adilkah si atasan jika
membebani pertanggungjawaban yang sama kepada kedua bawahannya?
Demikian pula
dengan hidup kita, Allah akan meminta
pertanggungjawaban segala apapun yang Allah titipkan/bekalkan kepada kita. Kita
yang diberi keleluasaan rizki janganlah merasa bahwa itu semua hadiah, bukan! Itu adalah titipan
yang dipercayakan kepada kita untuk digunakan membangun sarana dan prasarana
umum yang digunakan oleh umat. Bersyukurlah, karena yakinlah bahwa golongan ini
dipilih oleh Allah dengan ujian syukur.
Jika bersyukur, maka akan Allah tambahkan, namun jika ingkar terhadap tugas
maka siksa Allah sangat pedih.
Bagi yang diberi kesempitan/kesederhanaan rizki, jangan menggugat! Karena yakinlah kita yang
diberi kesederhanaan rizki adalah golongan yang dipilih oleh Allah dengan ujian sabar. Barang siapa yang bersabar
maka dia akan naik derajat dan menjadi orang yang berbahagia. Bagaimana tidak
berbahagia, disaat pertanggungjawaban di akhirat, orang-orang miskin ini tidak
akan banyak pertanyaan dari Allah. Orang-orang miskin ini hanya akan
mempertanggungjawabkan umur mereka.
Dalam QS. Al-Zalzalah/99 : 6-8 Allah berfirman :
Artinya:
6. pada hari itu manusia ke luar
dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka
(balasan) pekerjaan mereka,
7. Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
8. dan Barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya
pula.
Itulah bukti bahwa Allah Maha Adil, hanya ada
dua jurus menjalani hidup. Syukur bagi yang beruntung, dan sabar bagi yang tidak beruntung. Dan ingat syukur dan sabar adalah alat uji
Allah kepada wakill-Nya. Agar Dia dapat mengukur siapakah diantara wakil-Nya
yang paling bertakwa.
Sebagai wakil-Nya, kita harus berlaku adil
sebagai mana titah Allah berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS
Al-Maidah/5:8)
7.
Al-Akhir (Maha Akhir)
Allah Al-Akhir
artinya Allah adalah Dzat yang paling akhir dibandingkan selainNya. QS
Al-Hadiid/57:3
Artinya: “Dialah
yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha mengetahui
segala sesuatu”.
Bagi
manusia yang mempercayai bahwa Allah al-Akhir, dia akan memanfaatkan umurnya
semasa hidup untuk menjadi abdi Allah. Ia akan bekerja semaksimal mungkin
memanfaatkan segala yang dia miliki untuk menjalankan perintah Allah. Karena
dia sadar bahwa ada dzat yang Maha Akhir yang akan menjadi titik akhir dari
kehidupan ini. Setiap manusia tidak akan lepas dari pertanggungjawaban tugasnya
sebagai makhluk kepercayaan Allah, pemimpin di muka bumi ini.