Sunday 15 December 2013

Makna Asmau Husna

Asmaul Husnaberasal dari kata al-asma yang berarti nama-nama dan al-husna yang berarti baik. Jadi al-Asmaul Husnasecara bahasa diartikan dengan nama-nama yang baik. Asmaul Husnaadalah nama Allah yang terbaik. Bisa dikatakan pula sebagai asma Allah yang terindah. Ia merupakan puncak keindahan karena di dalamnya terdapat makna terpuji dan termulia. Nama-nama terindah itu mengandung pengertian kehidupan yang sempurna, yang tidak didahului dengan ketiadaan dan tidak diakhiri dengan kesirnaan. Tidak berawal dan tidak berakhir.
Secara fitrah manusia telah dibekali sifat-sifat baik dan terpuji. Sifat-sifat tersebut merupakan pancaran dari asmaul husna. Sayangnya sejalan dengan perkembangan dan pengaruh lingkungan, sifat-sifat dasar tersebut perlahan-lahan melemah dan menjadi terkalahkan.
Sejak lahir, manusia telah dilengkapi dengan hati yang fitrah (bersih). Hal ini merekam sifat-sifat Allah. Jika ia mampu memeliharanya samapai dewasa, maka pancaran Asmaul Husnaakan membuat dirinya menjadi mulia. Tapi jika sifat fitrah itu terkontaminasi dengan sesuatu yang buruk, maka sifat-sifat fitrah ini akan menjadi lemah bahkan terkalahkan dan terbelenggu oleh emosi diri, prasangka negative, kepentingan pribadi dan pengaruh-pengaruh luar yang tidak menguntungkan.
Sifat-sifat dasar ini tidak akan pernah hilang dari manusia sampai dia meninggal, walaupun dia terkalahkan oleh sifat-sifat buruk. Hal inilah yang menjadi dasar keimanan seseorang kepada Allah SWT. Jika dia mampu menjaga dan mempercayai suara-suara hati yang baik, maka nilai keimanannya kepada Allah akan semakin baik.
Mari kita pelajari QS Al-A’raf/7 : 180 berikut:
Artinya:
“Dan bagi Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengannya, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (QS Al-Araf/7:180)

 Keyakinan adanya Allah tidak perlu dipertanyakan. Namun keyakinan terhadap pemahaman Asmaul Husna perlu ditajamkan. Karena banyak orang yang percaya kepada Allah tetapi tidak mengetahui seluk beluk Asmaul Husna. Banyak orang yang hapal Asmaul Husna, tetapi tidak tepat dalam mengaplikannya. Sehinga seringkali kita secara tidak sadar menganalogkan antara sifat-sifat Allah dengan sifat makhluk.
Manusia sebagai wakil Allah, tentunya Allah bekali dengan sifat-sifat yang melekat pada-Nya. Meskipun sifat-sifat itu tidak akan pernah sama. Misalnya Allah memiliki sifat Maha Adil, manusia sebagai wakil Allah dalam mengelola alam semesta ini pula harus memiliki sifat adil. Apa yang akan dilakukan dengan memperhatikan asas keadilan terhadap manusia lain, makhluk Allah yang lain yang Allah titipkan kepada kita untuk mengurusnya. Satu contoh ketika kita mau merusak hutan, kita harus mempertimbangkan keadilan kepada manusia lain yang akan kekurangan oksigen dan persediaan air, hewan yang akan kehilangan tempat tinggal dan habitatnya, tumbuhan lain yang akan kehilangan sumber makanan karena daun-daun yang berjatuhan di atas mereka tidak lagi berjatuhan. Inilah makna Asmaul HusnaAllah dalam kehidupan kita.
Untuk lebih memahami makna Asmaul Husnaini marilah kita perdalam pemahaman kita tentangnya dengan mempelajari beberapa Asmaul Husna berikut:
1.         Al-Karim   (Maha Mulia):

Mari kita pelajari QS An-Naml/27 ayat  40 :
Artinya:
“Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya, dan barangsiapa yang ingkar maka sesungguhnya rabbku maha cukup dan maha mulia”.

Allah memiliki sifat al-Kariim, artinya Allah Maha Mulia, ajaranNya pun mengandung kemuliaan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, mulia dimaknai dengan tinggi (derajat, pangkat, jabatan), luhur (budi), dan bermutu tinggi.
Kemuliaan Allah tercermin dari sifat-Nya yang tidak pilih kasih dalam memperlakukan makhlkNya. Dia berikan makhluk-Nya kenikmatan yang sangat sulit dihitung. Allah tidak meminta balasan apapun dari makhluk-Nya atas segala nikmat tersebut. Malah kita diberi kebebasan untuk mengikuti ajaran-Nya ataupun tidak. Karena seperti ayat diatas, sebenarnya jika kita bersyukur (berterimakasih) terhadap nikmat yang kita peroleh dari Allah, sebenarnya kita bersyukur terhadap diri kita sendiri.
Untuk menguji keluhuran dan kemuliaan Allah mari kita jawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
a.         Adakah yang bisa menciptakan oksigen yang kita hirup secara gratis sepanjang usia kita?
b.         Adakah yang memberikan air yang segar dan menyuburkan secara gratis selain Allah?
c.         Adakah yang bias memberikan sinar matahari gratis yang dapat member kehangatan, kesehatan dan penerang bagi makhluk?
Dan masih banyak lagi nikmat Allah yang tidak akan dapat kita hitung dan kita sebutkan satu persatu. Semuanya GRATIS, Allah tidak meminta apapun kepada kita. Allah hanya menawarkan kepada kita, jika kita ingin hidup bahagia, sejahtera ikutilah aturan-Nya. Tapi jika tidak mau, kita dipersilahkan untuk memilihnya, dengan konsekuensi hidup sesuai pilihan kita masing-masing.
Inilah yang menunjukkan kemuliaan dan keluhuran Allah. Manusia sebagai wakil Allah, makhluk kepercayaan Allah untuk memimpin kehidupan alam semesta ini tentu harus memiliki sifat seperti siapa yang kita wakili. Sebagai dasarnya Allah sudah tiupka pada qalbu kita sifat dasar kemuliaan.
Sudahkah kita sebagai wakil Allah lebih baik dari mahkluk Allah yang lain yang Allah serahkan kepada kita pengelolaannya. Sudahkah kita melebihi matahari dalam member manfaat kepada makhluk Allah yang lain?. Jika belum, maka sebenarnya kita belum menjadi manusia. Karena manusia hakikatnya adalah khalifah. Manusia adalah pemimpin bagi alam semesta ini.
Kemuliaan yang harus melekat dan menjadi sifat manusia sebagai  makhluk kepercayaan Allah dimulai dari kesadaran diri bahwa kemuliaan hanya akan didapat dengan cara memuliakan yang lain. Jadilah manusia yang sebenarnya dengan mempelajari buku panduan pengelolaan alam semesta ini yang dikeluarkan oleh Allah kepada contoh manusia paripurna, Rasulullah Muhammad SAW. Dengan mempelajari dan mengaplikasikan Al-quran dalam kehidupan ini akan lahirlah manusia-manusia sebenarnya yang memiliki kemuliaan sesuai dengan yang disampaikan Allah dalam QS At-Tiin/96:4 berikut :
Artinya: “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik

2.         Al-Mu'min (Maha Mengaruniakan Keamanan):
Al-mu’min adalah isim fa’il dari kata amana, yang artinya pemberi keamanan. Allah memiliki sifat al-mu’min artinya Allah adalah zat yang maha memberikan keamanan kepada makhlukNya. “Ya Allah, lindungilah kami dari marabahaya dan ketakutan” inilah do’a yang sering kita panjatkan kepada Allah. Ini merupakan bukti bahwa Allah adalah pemberi rasa aman dan pemberi ketenangan di hati manusia.
QS Al-Quraisy/106 : 3-4 menyebutkan:
 Artinya:
3.  Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.

Merupakan sebuah naluri dan sifat fitrah manusia baik secara pribadi maupun sosial cenderung untuk mendapatkan rasa aman. Karena kecenderungan inilah, manusia sebagai khalifah harus memberikan rasa aman tersebut kepada alam semesta. Rasulullah bersabda, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Mendengar demikian para sahabat bertanya, “Siapakah yang engkau maksudkan ya Rasulullah?” Jawab rasulullah, “Yang tidak memberikan rasa aman tetangganya dari gangguannya.” HR Bukhori.
Indahnya kehidupan ini jika setiap manusia memiliki sifat al-Mu’min. Ia akan saling memberikan rasa aman kepada sesamanya dan kepada makhluk Allah yang lain. Memberikan rasa aman kepada orang lain dapat dilakukan dengan bersikap jujur, amanah dan dapat dipercaya. Sikap tidak jujur dan khianat serta mencari kesalahan orang lain dapat memicu ketidaknyamanan kehidupan orang lain. Prilaku mencuri, korupsi, tawuran adalah beberapa prilaku yang bertolak belakang dengan Asmaul Husnaal-mu’min. Jika kita percaya bahwa Allah memiliki sifat al-mu’min, maka jadilah wakilNya yang dapat mengejawantahkan sifat tersebut dalam kehidupan kita. Jadilah pemberi keamanan kepada makhluk Allah yang lain.
3.         Al Wakil (Maha Mewakili/Penolong):
Alwakiil berasal dari kata wakala yang artinya menyerahkan dan mempercayakan suatu urusan kepada orang lain (mewakilkan). Dalam konteks asmaul husna, Allah al-Wakiil dapat dimaknai bahwa Allah adalah Dzat yang paling tepat untuk diserahi segala urusan. Artinya kita menyndarkan segala urusan kita kepada Allah SWT.
Dalam kehidupan, sering kita menemukan kegagalan. Dari kegagalan ini akan lahir dua tipe manusia. Pertama tipe orang optimis (tawakkal) yang memasrahkan dan meyakini bahwa segala urusan apapun dalam kehidupan ini ada yang maha mengatur. Tipe manusia kedua adalah tipe orang putus asa, orang-orang seperti inilah yang tidak menyadari bahwa dibalik sesuatu yang kita alami, kita lihat, kita dengar, kita rasakan ada hikmah yang harus kita ambil pelajaran untuk menjalani masa depan.
Ada seseorang yang mengatakan hidup itu ibarat berjalan mengendarai mobil. Kaca depan dan kaca spion merupakan dua kaca yang sangat penting diperhatikan. Kaca depan pasti lebih besar dari kaca spion. Ini menandakan bahwa peluang kehidupan di depan lebih besar. Kita hanya perlu melihat ke belakang melalui kaca yang kecil untuk memastikan bahwa pergerakan kita tidak membahayakan orang lain. Coba bayangkan bagaimana jadinya jika dalam mengendarai mobil, kita lebih banyak memandangi kaca spion. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang terlalu banyak memandangi dan meratapi masa lalu. Dia akan mencelakakan dan menggangu orang di sekitarnya.
Sebuah pepatah mengatakan, “Manusia hanya bisa berencana, Tuhanlah yang menentukan”. Pepatah ini sangat tepat menggambarkan bahwa Allah adalah al-Wakiil, yang siap membantu untuk menyelesaikan masalah-masalah kita. Inilah luarbiasanya Allah, Dia mempercaya kita untuk menjadi wakil-Nya mengelola alam semesta, namun jika kita menemukan masalah dalam tugas tersebut, kita diperintahkan-Nya untuk meminta bantuan-Nya. QS Ali Imran/3 : 173 menyebutkan:
Artinya:  
“(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung".
Selain itu dalam QS Annisa/4 : 132
Artinya: “dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. cukuplah Allah sebagai Pemelihara”.
Keimanan bahwa Allah memiliki sifat al-wakiil akan mendorong kita untuk selalu dekat kepada-Nya. Kita akan melakukan sesuatu tanpa terlalu memikirkan hasilnya, karena tugas kita dalam hidup ini sebenarnya adalah bekerja, berkreasi, berkatifitas. Adapun masalah hasilnya kita serahkan kepada Allah.
Dari asma Allah al-Wakiil ini kemudian lahirlah konsep tawakkal. Tawakkal dalam bahasa Indonesia dapat disamakan dengan optimis, yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita. Dari asma Allah al-Wakiil ini pula dapat ditemukan keindahan ajaran Islam tentang takdir. Dalam beberapa kitab dijelaskan bahwa takdir manusia semua telah diatur oleh Allah. Rizkinya, usianya, jodohnya dan lain-lain. Kita tidak tahu apakah akan menjadi orang kaya atau miskin, berumur panjang atau pendek, dapat perawan/perjaka atau kakek/nenek. Karena kita tidak tahu takdir kita seperti apa, maka wajib untuk kita berikhtiar. Namun ingat jika gagal, Allah adalah al-Wakiil. Dia siap membantu kita menyelesaikan masalah kita. Menghadaplah kepadaNya kapanpun kita butuh. Dimana? Kita dapat menemui dan berbincang/konsultasi dengan Allah di ruangan khusus yang disebut tempat sujud. Masjid menjadi tempat konsultasi kita dengan Allah berkaitan dengan laporan perkembangan tugas kita sebagai wakil-Nya. Kapan? Jika kita ingin langsung diterima di ruangan-Nya maka carilah waktu dimana wakil-wakil yang lain sedang istirahat yakni pada saat tengah malam.
4.         Al-Matin (Maha Kokoh/Kuat)
Allah memiliki asma al-Matiin artinya Allah adalah Dzat yang Maha Kokoh dalam kekuasaan-Nya. Allah adalah Dzat yang maha kuat dalam pendirian-Nya. Allah adalah Dzat yang maha teguh dalam janji-Nya.
Allah menjanjikan kebahagiaan dan surge bagi hamba yang mengikuti perintah-Nya, dan Allah menjanjikan kehidupan yang saling bermusuhan dan panas serta Nerakan bagi yang mengingkari dan menolak aturan-aturan-Nya. Ini semua tidak akan pernah berubah sampai kapanpun, karena Allah al-Matiin sesuai dengan QS Ad-Dzariyat/51 : 58,

Artinya: “Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”.
Manusia sebagai waki-lNya, tentu pula harus memiliki sifat ini. Kita harus memiliki sifat teguh, tidak gampang tergoda dan tergoyahkan dengan harapan-harapan palsu yang mengintai dan menggoda kita.
Manusia yang meyakini bahwa Allah al-Matiin akan terus berusaha menjadi manusia yang teguh pendirian dalam kebenaran, kuat kemauan untuk menjadi manfaat bagi manusia dan mahkluk Allah yang lain.
5.         Al-Jami’ (Yang Maha Mengumpulkan)
Dalam QS Ali Imran/3 ayat 9 Allah SWT berfirman :
 Artinya: "Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
Jami’ berasal dari kata jama’ah yang artinya kumpulan, lebih dari satu, banyak. Allah bersifat al-Jami’ artinya Allah maha mengumpulkan/mempersatukan.
Selain Allah akan mengumpulkan kita nanti pada hari kiamat, Allah al-jami’ juga dapat kita buktikan dalam kehidupan ini. Coba kita amati sistem tata surya, adakah yang mampu mengumpulkan matahari, planet, asteroid, bintang, dan benda langit lainnya menjadi satu kesatuan sistem yang harmonis? Atau kita perhatikan kehidupan di laut. Didalamnya hidup berbagai jenis makhluk yang Allah kumpulkan menjadi sebuah ekosistem laut yang saling berhubungan dan saling membutuhkan? Subhanallah !.
Itulah asma Allah al-Jami’. Ada dua pelajaran yang dapat kita petik dari asma Allah al-Jami’.
Pertama Allah akan mengumpulkan kita nanti pada hari Akhir. Maka sudah siapkah kita mempertanggungjawabkan tugas kita sebagai khalifah di muka bumi ini?
Kedua, sebagai khalifah, wakil yang dipercaya Allah untuk mengatur kehidupan alam semesta ini. Kita harus membumikan al-Jami’ dalam kehidupan. Kita harus menjadi katalisator untuk terbentuknya persatuan dan kesatuan mahkluk-makhluk Allah sehingga menjadi satu kesatuan sIstem kehidupan yang harmonis dan saling membutuhkan. Bayangkan jika kelompok katak sawah mengasingkan diri, tidak mau menyatu karena kepentingannya dalam sebuah ekosistem sawah. Maka akan matilah seluruh burung elang karena katak sawah mengingkari tugas sebagai makhluk yang Allah cipatakan sebagai makanan burung elang. Akibat dari pengingkaran katak sawah tersebut, maka hancurlah ekosistem sawah yang harmonis tersebut.
Dari sifat al-Jami’-lah yang Allah tampakkan dalam rantai makanan dan ekosistem sawah, pelajaran berharga untuk kita sebagai wakil-Nya. Jagalah persatuan dan kesatuan sistem kehidupan, bertanggungjawablah pada tugas dan fungsi masing-masing. Jangan merasa diri yang paling baik dan paling benar. Karena hanya Allah yang bisa memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Jangan sok tahu dengan menghakimi orang lain salah, dan kemudian kita menarik diri dari tugas dan fungsi kita dalam system kehidupan. Bukankah Allah berfirman :
Artinya:
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan fasik setelah beriman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS Al-Hujuraat/49:11)

Sebagai wakil dari al-Jami’ mari kita menjadi pemersatu dari segala unsure kehidupan ini agar menjadi sebuah kehidupan yang harmonis dan indah.
6.         Al-‘Adl (Maha Adil)
 dalam QS. Al-Baqarah/2 ayat 216 Allah SWT berfirman :
 Artinya: ”…. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Allah bersifat al-Adlu artinya yang Maha Adil. Menurut kamus besar bahasa Indonesia ; adil adalah sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak. Maksud Allah memiliki sifat adil adalah bahwa Allah adalah Dzat yang memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi.
Di manakah letak keadilan Allah ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa ada yang kaya dan ada yang miskin?. Gugatan inilah yang sering muncul pada orang-orang tidak beruntung secara finansial.
Allah memiliki hari Akhir, waktu dan tempat manusia mempertanggungjawabkan tugas mereka sebagai khalifah. Untuk memahami adil-Nya Allah mari kit abaca ilustrasi berikut:
Ada dua orang bawahan yang ditugaskan oleh atasannya untuk membangun sebuah perkampungan. Sebut saja A dan B. Si A hanya dibekali oleh atasannya pengetahuan tentang bagaimana cara membangun perkampungan. Sementera si B dibekali oleh atasannnya fasilitas yang memadai, diantaranya uang, mobil dan lain-lain.
Setelah masa kontraknya selesai, kedua karyawan tersebut dipanggil oleh atasannya. Keduanya harus mempertanggungjawabkan tugas masing-masing. Jika kita menjadi atasan si A dan si B, apakah pertanyaan yang diajukan kepada keduanya sama? Apakah yang harus dipertanggungjawabkan keduanya sama? Ya. Tentu akan berbeda. Si B akan mendapat pertanyaan dan pertanggungjawaban yang berat karena dia harus mempertanggungjawabkan penggunaan uang, mobil dan fasilitas-fasilitas lain. Sementara si A hanya akan ditanya tentang ilmu yang dia manfaatkan.
Adilkah si atasan jika membebani pertanggungjawaban yang sama kepada kedua bawahannya?
Demikian pula dengan hidup kita,  Allah akan meminta pertanggungjawaban segala apapun yang Allah titipkan/bekalkan kepada kita. Kita yang diberi keleluasaan rizki janganlah merasa bahwa itu semua hadiah, bukan! Itu adalah titipan yang dipercayakan kepada kita untuk digunakan membangun sarana dan prasarana umum yang digunakan oleh umat. Bersyukurlah, karena yakinlah bahwa golongan ini dipilih oleh Allah dengan ujian syukur. Jika bersyukur, maka akan Allah tambahkan, namun jika ingkar terhadap tugas maka siksa Allah sangat pedih.
Bagi yang diberi kesempitan/kesederhanaan rizki, jangan menggugat! Karena yakinlah kita yang diberi kesederhanaan rizki adalah golongan yang dipilih oleh Allah dengan ujian sabar. Barang siapa yang bersabar maka dia akan naik derajat dan menjadi orang yang berbahagia. Bagaimana tidak berbahagia, disaat pertanggungjawaban di akhirat, orang-orang miskin ini tidak akan banyak pertanyaan dari Allah. Orang-orang miskin ini hanya akan mempertanggungjawabkan umur mereka. 

Dalam QS. Al-Zalzalah/99 : 6-8 Allah berfirman :

Artinya:
6. pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,
7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
8. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.

Itulah bukti bahwa Allah Maha Adil, hanya ada dua jurus menjalani hidup. Syukur bagi yang beruntung, dan sabar bagi yang tidak beruntung. Dan ingat syukur dan sabar adalah alat uji Allah kepada wakill-Nya. Agar Dia dapat mengukur siapakah diantara wakil-Nya yang paling bertakwa.
Sebagai wakil-Nya, kita harus berlaku adil sebagai mana titah Allah berikut:


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Maidah/5:8)
7.         Al-Akhir (Maha Akhir)
Allah Al-Akhir artinya Allah adalah Dzat yang paling akhir dibandingkan selainNya. QS Al-Hadiid/57:3
  Artinya: “Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”.
Bagi manusia yang mempercayai bahwa Allah al-Akhir, dia akan memanfaatkan umurnya semasa hidup untuk menjadi abdi Allah. Ia akan bekerja semaksimal mungkin memanfaatkan segala yang dia miliki untuk menjalankan perintah Allah. Karena dia sadar bahwa ada dzat yang Maha Akhir yang akan menjadi titik akhir dari kehidupan ini. Setiap manusia tidak akan lepas dari pertanggungjawaban tugasnya sebagai makhluk kepercayaan Allah, pemimpin di muka bumi ini.