Monday, 17 October 2011

Sejarah Bunga

Secara epistimiologi (bahasa) mempunyai arti az-ziyadah atau tambahan. Dalam pengertian lain, secara linguistic, riba juga berarti tumbuh atau membesar. Adapun menurut istilah teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

Dengan demikian, setelah riba dideskripsikan oleh syariat tidak lagi berkonotasi pertambahan secara mutlak, tetapi konotasinya menjadi: pertambahan akibat pertukaran jenis tertentu, baik yang disebabkan oleh kelebihan dalam pertukaran dua harta yang sejenis ditempat penukaran. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam.
Mengenai hal ini, Allah SWT mengingatkan dalam firmannya di surat an-nisa’ yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…(an-nisa : 29)
Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat al Quran yaitu setiap tambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, sipenyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang di nikmati, termasuk menurunya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Dalam jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang di terimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal turut serta menanggung kemungkinaan resiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secra konvensional, si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam di wajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.
Pengertian senada juga disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah islam dari berbagai mazhahib fiqhiyah, diantaranya sebagai berikut:
Badr ad-din al-ayni
Pengarang umdatul Qari syarah shahih Al Bukhari: “ prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riel.
Imam Sarakhi dari Mazhab Hanafi
Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang di benarkan oleh syariah atas penambahan tersebut.
Raghib al-asfahani
Riba adalah penambahan atas harta pokok
Imam An-Nawawi dari Mazhab Syafii
Salah satu bentuk riba yang dilarang oleh alQuran dan as sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsure waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal dengan bunga kridit sesuai lama pinjaman.
Qatadah
Riba jahiliyyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu. Apabilah telah datang waktu pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, maka ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.
Zaid bin Aslam
Yang di maksud dengan riba jahiliyyah yang berimplikasi pelipat-gandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo ia berkata “ bayar sekarang atau tambah.
Mujahid
Mereka menjual daganganya dengan tempo. Apbila telah jatuh tempo dan (tidak mampu bayar) si pembeli memberikan tambahan atas tambahan waktu.
Ja’far Ash-Shadiq dari Kalangan Syiah
Berkata ketika ditanya mengapa Allah SWT mengharamkan riba-“ supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan. Karena ketika diperkenalkan untuk mengambil bunga atas pinjaman, maka seseorangf tidak berbuat
ma’ruf lagi atas transaksi pinjam-meminjam dan sejenisnya. Padahal qard bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat kebajikan antar manusia.
Imam Ahmad bin hambal
“ Imam bin Hanbal ketika ditanya tentang riba beliau menjawab sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki hutang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjam) atas penambahan waktu yang diberikan
Asy-syaikh Abdulrahman Taj
Riba adalah setiap tambahan yang berlangsung pada salah satu pihak (dalam) aqad mu’wwadhah tanpa mendapatkan imbalan.; atau tambahan itu diperoleh karena penangguhan