Thursday, 20 October 2011

Q.S. Al Baqarah : 177

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orang yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa (QS. 2:177)

::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Baqarah 177

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)
Menurut riwayat Ar-Rabi` dan Qatadah sebab turunnya ayat ini ialah bahwa orang Yahudi sembahyang menghadap ke arah barat, sedang orang-orang Nasrani menghadap ke arah timur. Masing-masing golongan mengatakan golongannyalah yang benar dan oleh karenanya golongannyalah yang berbakti dan berbuat kebajikan. Sedangkan golongan lain salah dan tidak dianggapnya berbakti atau berbuat kebajikan, maka turunlah ayat ini untuk membantah pendapat dan persangkaan mereka.
Memang ada pula riwayat lain mengenai sebab turunnya ayat ini yang tidak sama dengan yang disebutkan di atas, akan tetapi bila kita perhatikan urutan ayat-ayat sebelumnya, yaitu ayat-ayat 174, 175 dan 176, maka yang paling sesuai ialah bahwa ayat ini diturunkan mula-mula terhadap Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) karena pembicaraan masih berkisar di sekitar mencerca dan membantah perbuatan dan tingkah laku mereka yang tidak baik dan tidak wajar.
Ayat ini bukan saja ditujukan kepada umat Yahudi dan Nasrani, tetapi mencakup juga semua umat yang menganut agama-agama yang diturunkan dari langit termasuk umat Islam.
Pada ayat 177 ini Allah menjelaskan kepada semua umat manusia, bahwa kebaktian itu bukanlah sekedar menghadapkan muka kepada suatu arah yang tertentu, baik ke arah timur maupun ke arah barat, tetapi kebaktian yang sebenarnya ialah beriman kepada Allah dengan sesungguhnya, iman yang bersemayam di lubuk hati yang dapat menenteramkan jiwa, yang dapat menunjukkan kebenaran dan mencegah diri dari segala macam dorongan hawa nafsu dan kejahatan. Beriman kepada hari akhirat sebagai tujuan terakhir dari kehidupan dunia yang serba kurang dan fana ini. Beriman kepada malaikat yang di antara tugasnya menjadi perantara dan pembawa wahyu dari Allah kepada para nabi dan rasul. Beriman kepada semua kitab-kitab yang diturunkan Allah, baik Taurat, Injil maupun Alquran dan lain-lainnya, jangan seperti Ahli Kitab yang percaya pada sebagian kitab yang diturunkan Allah, tetapi tidak percaya kepada sebagian lainnya, atau percaya kepada sebagian ayat-ayat yang mereka sukai, tetapi tidak percaya kepada ayat-ayat yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Beriman kepada semua nabi tanpa membedakan antara seorang nabi dengan nabi yang lain.
Iman tersebut harus disertai dan ditandai dengan amal perbuatan yang nyata sebagaimana yang diuraikan dalam ayat ini, yaitu:
1.a. Memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat yang membutuhkannya. Anggota keluarga yang mampu hendaklah lebih mengutamakan memberi nafkah kepada keluarga yang lebih dekat.
b.Memberikan bantuan harta kepada anak-anak yatim karena anak-anak kecil yang sudah wafat ayahnya adalah orang-orang yang tidak berdaya. Mereka membutuhkan pertolongan dari bantuan untuk menyambung hidup dan meneruskan pendidikannya hingga mereka bisa hidup tenteram sebagai manusia yang bermanfaat dalam lingkungan masyarakatnya.
c.Memberikan harta kepada orang-orang musafir yang membutuhkan sehingga mereka tidak terlantar dalam perjalanan dan terhindar dari pelbagai kesulitan.
d.Memberikan harta kepada orang-orang yang terpaksa meminta-minta karena tidak ada jalan lain baginya untuk menutupi kebutuhannya.
e.Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya, sehingga ia dapat memperoleh kemerdekaan dan kebebasan dirinya yang sudah hilang.
2.Mendirikan salat, artinya melaksanakannya pada waktunya dengan khusyuk lengkap dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
Nabi bersabda:

الصلاة عماد الدين فمن أقامها فقد أقام الدين ومن تركها فقد هدم الدين
Artinya:
Salat itu adalah tiang agama, barangsiapa mendirikannya maka sesungguhnya ia telah mendirikan agama, dan barangsiapa yang meninggalkannya, maka sesungguhnya ia telah meruntuhkan agama.
3.Menunaikan zakat kepada yang berhak menerimanya sebagaimana yang tersebut dalam surat At-Taubah ayat 60. Di dalam Alquran apabila disebutkan perintah "mendirikan salat" selalu pula diiringi dengan perintah "menunaikan zakat" karena antara salat dan zakat terjalin hubungan yang sangat erat dalam melaksanakan kebaktian dan kebajikan. Sebab salat pembersih jiwa sedang zakat pembersih harta. Mengeluarkan zakat bagi manusia memang sukar, karena zakat suatu pengeluaran harta sendiri yang sangat disayangi. Oleh karena itu apabila ada perintah salat selalu diiringi dengan perintah zakat karena kebaktian itu tidak cukup dengan jiwa saja tetapi harus pula disertai dengan harta. Oleh karena itulah, sesudah Nabi Muhammad saw. wafat sepakatlah para sahabatnya tentang wajib memerangi orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat hartanya.
4.Menepati janji bagi mereka yang telah mengadakan perjanjian. Segala macam janji yang telah dijanjikan wajib ditepati, baik janji kepada Allah seperti sumpah dan nazar dan sebagainya, maupun janji kepada manusia, terkecuali janji yang bertentangan dengan hukum Allah (syariat Islam) seperti janji berbuat maksiat, maka tidak boleh (haram) dilakukan, hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah saw.:

أية المنافقين ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان
Artinya:
Tanda munafik ada tiga, yaitu apabila berkata, maka ia selalu berbohong, apabila ia berjanji maka ia selalu tidak menepati janjinya, apabila ia dipercayai maka ia selalu berkhianat. (HR Muslim dari Abu Hurairah ra.)


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Baqarah 177

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)

(Kebaktian itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu) dalam salat (ke arah timur dan barat) ayat ini turun untuk menolak anggapan orang-orang Yahudi dan Kristen yang menyangka demikian, (tetapi orang yang berbakti itu) ada yang membaca 'al-barr' dengan ba baris di atas, artinya orang yang berbakti (ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab) maksudnya kitab-kitab suci (dan nabi-nabi) serta memberikan harta atas) artinya harta yang (dicintainya) (kepada kaum kerabat) atau famili (anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan) atau musafir, (orang-orang yang meminta-minta) atau pengemis, (dan pada) memerdekakan (budak) yakni yang telah dijanjikan akan dibebaskan dengan membayar sejumlah tebusan, begitu juga para tawanan, (serta mendirikan salat dan membayar zakat) yang wajib dan sebelum mencapai nisabnya secara tathawwu` atau sukarela, (orang-orang yang menepati janji bila mereka berjanji) baik kepada Allah atau kepada manusia, (orang-orang yang sabar) baris di atas sebagai pujian (dalam kesempitan) yakni kemiskinan yang sangat (penderitaan) misalnya karena sakit (dan sewaktu perang) yakni ketika berkecamuknya perang di jalan Allah. (Mereka itulah) yakni yang disebut di atas (orang-orang yang benar) dalam keimanan dan mengakui kebaktian (dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa) kepada Allah.

Q.S Al Isra : 26 - 27

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.(QS. 17:26)

::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 26

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26)

Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslimin agar menunaikan hak kepada keluarga-keluarga yang dekat, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Hak yang harus ditunaikan itu ialah: "Mempererat tali persaudaraan dan hubungan kasih sayang, mengunjungi rumahnya dan bersikap sopan santun, serta membantu meringankan penderitaan-penderitaan yang mereka alami. Kalau umpamanya ada di antara keluarga-keluarga yang dekat, ataupun orang-orang miskin dan orang-orang yang ada dalam perjalanan itu memerlukan biaya yang diperlukan untuk keperluan hidupnya maka hendaklah diberi bantuan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang-orang yang dalam perjalanan yang patut diringankan penderitaannya, ialah orang yang melakukan perjalanan karena tujuan-tujuan yang dibenarkan oleh agama. Orang yang demikian keadaannya perlu dibantu dan ditolong agar segera tercapai apa yang menjadi maksud dan tujuannya.
Di akhir ayat Allah SWT melarang kaum muslimin membelanjakan harta bendanya secara boros. Larangan ini bertujuan agar kaum muslimin mengatur perbelanjaannya dengan perhitungan yang secermat-cermatnya, agar apa yang dibelanjakannya sesuai dan tepat dengan keperluannya; tidak boleh membelanjakan harta kepada orang-orang yang tidak berhak menerimanya, atau memberikan harta melebihi dari yang seharusnya.
Sebagai keterangan lebih lanjut, bagaimana seharusnya kaum muslimin membelanjakan hartanya, disebutkan firman Allah SWT:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا (67)
Artinya:
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (Q.S. Al Furqan: 67)
Adapun keterangan yang dapat menjelaskan makna yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkan, yang dapat dari hadis-hadis Nabi adalah sebagai berikut:

وعن عبد الله ابن عمر قال: مر رسول الله صلى الله عليه وسلم بسعد وهو يتوضأ، فقال: ما هذا السرف يا سعد؟ قال أو في الوضوء سرف؟ قال نعم وإن كنت على نهر جار
Artinya:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Rasulullah saw, bertemu dengan Saad pada saat berwudu', lalu Rasulullah bersabda: "Alangkah borosnya wudu-mu itu hai Saad!". Saad berkata: "Apakah di dalam berwudu' ada pemborosan.? "Rasulullah saw bersabda: meskipun kamu berada di tepi sungai yang mengalir".


27 Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.(QS. 17:27)

::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Israa' 27

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)

Kemudian Allah SWT menyatakan bahwa pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. Ungkapan serupa ini biasa dipergunakan oleh orang-orang Arab. Orang yang membiasakan diri mengikuti sesuatu peraturan dan sesuatu kaum atau mengikuti jejak langkahnya, disebut saudara-saudara kaum itu. Jadi orang-orang yang memboroskan hartanya, berarti orang-orang yang mengikuti langkah setan. Dan yang dimaksud pemboros-pemboros dalam ayat ini ialah orang-orang yang menghambur-hamburkan harta bendanya dalam perbuatan maksiat dan perbuatan itu tentunya di luar perintah Allah. Orang-orang yang serupa inilah yang disebut kawan-kawan setan. Di dunia mereka itu tergoda oleh setan, dan di akhirat mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Jahanam bersama-sama setan itu pula.
Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ (36)
Artinya:
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Alquran) Kami adakan baginya setan (yang menyesatkannya), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (Q.S. Az Zukhruf: 36)
Dan firman Allah SWT:

احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
Artinya:
(Kepada malaikat diperintahkan): "Kumpulkanlah orang-orang yang lalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah." (Q.S. As Saffat: 22)
Di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya, maksudnya sangat ingkar kepada nikmat Allah yang diberikan kepadanya, dan tidak mau mensyukurinya, bahkan setan itu membangkang tidak mau menaati perintah Allah, malah menggoda manusia agar berbuat maksiat. Maka apabila setan itu dinyatakan kafir (sangat ingkar), tentulah teman-temannya, yaitu orang-orang yang mengikuti ajakan setan itu akan menjadi kayu bakar api neraka.
Al Karkhi menjelaskan bahwa demikian pulalah keadaan orang yang diberi limpahan harta dan kemuliaan, kemudian apabila orang itu memanfaatkan harta dan kemuliaan itu di luar batas-batas yang diridai Allah, maka orang itu mengingkari nikmat Allah. Orang yang berbuat seperti itu, baik sifat ataupun perbuatannya, dapat disamakan dengan perbuatan setan.
Ayat ini diturunkan Allah dalam rangka menjelaskan perbuatan orang-orang Jahiliah. Telah jadi kebiasaan orang-orang Arab menumpuk harta yang mereka peroleh dari harta rampasan perang. Perampokan-perampokan dan penyamunan, kemudian harta itu mereka pergunakan untuk foya-foya, untuk dapat kemasyhuran. Orang-orang musyrik Quraisy pun menggunakan harta untuk menghalangi tersebarnya agama Islam, melemahkan pemeluk-pemeluknya, dan membantu musuh-musuh Islam, maka turunlah ayat itu untuk menyatakan betapa jeleknya usaha mereka.

Q.S. Al BBaqarah : 148

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS. 2:148)

::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::

Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah Al Baqarah 148

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (148)

Setiap umat mempunyai kiblat masing-masing. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail a.s. menghadap ke Kakbah. Bani Israil menghadap ke Baitul Makdis dan orang-orang Nasrani menghadap ke timur. Yang prinsip ialah beriman kepada Allah dan mematuhi segala perintah-Nya. Karena Allah telah memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap ke Kakbah dalam salat, fitnahan dan cemoohan dari orang-orang yang ingkar itu tidak perlu dilayani, tetapi hendaklah kaum muslimin bekerja dengan giat, beramal, bertaubat dan berlomba-lomba membuat kebajikan. Allah nanti akan menghimpun sekalian manusia untuk menghitung dan membalas segala amal perbuatannya, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu; tidak ada yang melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan.


Tafsir / Indonesia / Jalalain / Surah Al Baqarah 148

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (148)

(Dan bagi masing-masing) maksudnya masing-masing umat (ada arah dan tujuan) maksudnya kiblat (tempat ia menghadapkan wajahnya) di waktu salatnya. Menurut suatu qiraat bukan 'muwalliihaa' tetapi 'muwallaahaa' yang berarti majikan atau yang menguasainya, (maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan) yakni segera menaati dan menerimanya. (Di mana saja kamu berada, pastilah Allah akan mengumpulkan kamu semua) yakni di hari kiamat, lalu dibalas-Nya amal perbuatanmu. (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu).

Monday, 17 October 2011

Riba dalam al quran

Kata riba dari segi bahasa berarti “kelebihan”. Sehingga bila kita hanya berhenti kepada arti “kelebihan” tersebut, logika yang dikemukakan kaum musyrik di atas cukup beralasan. Walaupun Al-Quran hanya menjawab pertanyaan mereka dengan menyatakan “Tuhan menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS 2:275), pengharaman dan penghalalan tersebut tentunya tidak dilakukan tanpa adanya “sesuatu” yang membedakannya, dan “sesuatu” itulah yang menjadi penyebab keharamannya.
Dalam Al-Quran ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empat surat, yaitu Al-Baqarah, Ali ‘Imran, Al-Nisa’, dan Al-Rum. Tiga surat pertama adalah “Madaniyyah” (turun setelah Nabi hijrah ke Madinah), sedang surat Al-Rum adalah “Makiyyah” (turun sebelum beliau hijrah). Ini berarti ayat pertama yang berbicara tentang riba adalah Al-Rum ayat 39: Dan sesuatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar ia menambah kelebihan pads harts manusia, maka riba itu tidak menambah pads sisi Allah …
Selanjutnya Al-Sayuthi, mengutip riwayat-riwayat Bukhari, Ahmad, Ibn Majah, Ibn Mardawaih, dan Al-Baihaqi, berpendapat bahwa ayat yang terakhir turun kepada Rasulullah saw. adalah ayat-ayat yang dalam rangkaiannya terdapat penjelasan terakhir tentang riba, yaitu ayat 278-281 surat Al-Baqarah: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba, jika kamu orang-orang yang beriman.
Selanjutnya Al-Zanjani, berdasarkan beberapa riwayat antara lain dari Ibn Al-Nadim dan kesimpulan yang dikemukakan oleh Al-Biqa’i serta orientalis Noldeke, mengemukakan bahwa surat Ali ‘Imran lebih dahulu turun dari surat Al-Nisa’. Kalau kesimpulan mereka diterima, maka berarti ayat 130 surat Ali ‘Imran yang secara tegas melarang memakan riba secara berlipat ganda, merupakan ayat kedua yang diterima Nabi, sedangkan ayat 161 Al-Nisa’ yang mengandung kecaman atas orang-orang Yahudi yang memakan riba merupakan wahyu tahap ketiga dalam rangkaian pembicaraan Al-Quran tentang riba.
Menurut Al-Maraghi dan Al-Shabuni, tahap-tahap pembicaraan Al-Quran tentang riba sama dengan tahapan pembicaraan tentang khamr (minuman keras), yang pada tahap pertama sekadar menggambarkan adanya unsur negatif di dalamnya (Al-Rum: 39), kemudian disusul dengan isyarat tentang keharamannya (Al-Nisa’: 161). Selanjutnya pada tahap ketiga, secara eksplisit, dinyatakan keharaman salah satu bentuknya (Ali ‘Imran: 130), dan pada tahap terakhir, diharamkan secara total dalam berbagai bentuknya (Al-Baqarah: 278).
Dalam menetapkan tuntutan pada tahapan tersebut di atas, kedua mufassir tersebut tidak mengemukakan suatu riwayat yang mendukungnya, sementara para ulama sepakat bahwa mustahil mengetahui urutan turunnya ayat tanpa berdasarkan suatu riwayat yang shahih, dan bahwa turunnya satu surat mendahului surat yang lain tidak secara otomatis menjadikan seluruh ayat pada surat yang dinyatakan terlebih dahulu turun itu mendahului seluruh ayat dalam surat yang dinyatakan turun kemudian. Atas dasar pertimbangan tersebut, kita cenderung untuk hanya menetapkan dan membahas ayat pertama dan terakhir menyangkut riba, kemudian menjadikan kedua ayat yang tidak jelas kedudukan tahapan turunnya sebagai tahapan pertengahan.
Hal ini tidak akan banyak pengaruhnya dalam memahami pengertian atau esensi riba yang diharamkan Al-Quran, karena sebagaimana dikemukakan di atas, ayat Al-Nisa’ 161 merupakan kecaman kepada orang-orang Yahudi yang melakukan praktek-praktek riba. Berbeda halnya dengan ayat 130 surat Ali ‘Imran yang menggunakan redaksi larangan secara tegas terhadap orang-orang Mukmin agar tidak melakukan praktek riba secara adh’afan mudha’afah. Ayat Ali ‘Imran ini, baik dijadikan ayat tahapan kedua maupun tahapan ketiga, jelas sekali mendahului turunnya ayat Al-Baqarah ayat 278, serta dalam saat yang sama turun setelah turunnya ayat Al-Rum 39.
Di sisi lain, ayat Al-Rum 39 yang merupakan ayat pertama yang berbicara tentang riba, dinilai oleh para ulama Tafsir tidak berbicara tentang riba yang diharamkan. Al-Qurthubi dan Ibn Al-’Arabi menamakan riba yang dibicarakan ayat tersebut sebagai riba halal. Sedang Ibn Katsir menamainya riba mubah. Mereka semua merujuk kepada sahabat Nabi, terutama Ibnu ‘Abbas dan beberapa tabiin yang menafsirkan riba dalam ayat tersebut sebagai “hadiah” yang dilakukan oleh orang-orang yang mengharapkan imbalan berlebih.
Atas dasar perbedaan arti kata riba dalam ayat Al-Rum di atas dengan kata riba pada ayat-ayat lain, Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan menafsirkan sebab perbedaan penulisannya dalam mush-haf, yakni kata riba pada surat Al-Rum ditulis tanpa menggunakan huruf waw [huruf Arab], dan dalam surat-surat lainnya menggunakannya [huruf Arab]. Dari sini, Rasyid Ridha menjadikan titik tolak uraiannya tentang riba yang diharamkan dalam Al-Quran bermula dari ayat Ali’ Imran 131.
Kalau demikian, pembahasan secara singkat tentang riba yang diharamkan Al-Quran dapat dikemukakan dengan menganalisis kandungan ayat-ayat Ali ‘Imran 130 dan Al-Baqarah 278, atau lebih khusus lagi dengan memahami kata-kata kunci pada ayat-ayat tersebut, yaitu (a) adh’afan mudha’afah; (b) ma baqiya mi al-riba; dan (c) fa lakum ru’usu amwalikum, la tazhlimuna wa la tuzhlamun.
Dengan memahami kata-kata kunci tersebut, diharapkan dapat ditemukan jawaban tentang riba yang diharamkan Al-Quran. Dengan kata lain, “apakah sesuatu yang menjadikan kelebihan tersebut haram”.

Riba dalam al quran dan As Sunah

Umat islam di larangf mengambil riba apapun jenisnya. Larang supaya umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam al-Qur’an dan hadis rasulullah saw. Dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keharamanya, sebab hal ini telah di tetapkan berdasarkan nash al-quran dan sunnah rasulullah SAW, ijma’ (consensus) kaum muslimin, termasuk madzhab yang empat.
Larangan riba dalam al-Qur’an
Larang riba yang terdapat dalam al quran tidak diturunkan sekaligus melaikan diturunkan dala empat tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqqoruf kepada allah SWT. Itu di dalam surah AR-RUUM ayat 39.
Tahap kedua riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba. Itu di dalam surah an-nisaa ayat 160-161.
Tahap ketiga, riba di haramkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupan fenomena yang banya dipraktikan pada masa tersebut. Allah berfirma dalam surah ALI-IMRAN ayat 130.
Tahap keempat, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba. Dalam surah AL-BAQARAH ayat 278-279.
Larangan riba dalam hadis
Pelarang riba dalam islam tidak hanya merujuk pada al qur’an melainkan juga al hadis. Hal ini sebagaimana posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang tel;ah digariskan melalui al qur’an pelarang riba dalam hadis lebih terperinci. Dalam amanatnya pada tanggal 9 dzulhijjah tahun 10 hijriah, rasuluallah saw. Masih menekankan sikap islam yang melarang riba.
“ingatlah bahwa kamu akan memghadap tuhanmu dan dia pasti akan menghitung amalmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tudak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.

Keutamaan Tobat

Hakikat taubat adalah kembali tunduk kepada Allah dari bermaksiat kepada-Nya kepada ketaatan kepada-Nya. Taubat ada dua macam: taubat mutlak dan taubat muqayyad (terikat). Taubat mutlak ialah bertaubat dari segala perbuatan dosa. Sedangkan taubat muqayyad ialah bertaubat dari salah satu dosa tertentu yang pernah dilakukan.

Syarat-syarat taubat meliputi: beragama Islam, berniat ikhlas, mengakui dosa, menyesali dosa, meninggalkan perbuatan dosa, bertekad untuk tidak mengulanginya, mengembalikan hak orang yang dizalimi, bertaubat sebelum nyawa berada di tenggorokan atau matahari terbit dari arah barat. Taubat adalah kewajiban seluruh kaum beriman, bukan kewajiban orang yang baru saja berbuat dosa. Karena Allah berfirman,

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertaubatlah kalian semua wahai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (QS. An Nuur: 31) (lihat Syarh Ushul min Ilmil Ushul Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah, tentang pembahasan isi khutbatul hajah).

Allah Maha Pengampun, Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang

Allah menyifati diri-Nya di dalam Al Quran bahwa Dia Maha pengampun lagi Maha Penyayang hampir mendekati 100 kali. Allah berjanji mengaruniakan nikmat taubat kepada hamba-hambaNya di dalam sekian banyak ayat yang mulia. Allah ta’ala berfirman,

وَاللّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَن تَمِيلُواْ مَيْلاً عَظِيماً

“Allah menginginkan untuk menerima taubat kalian, sedangkan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya ingin agar kalian menyimpang dengan sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisaa’: 27)

Allah ta’ala juga berfirman,

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمٌ

“Dan seandainya bukan karena keutamaan dari Allah kepada kalian dan kasih sayang-Nya (niscaya kalian akan binasa). Dan sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha bijaksana.” (QS. An Nuur: 10)

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ

“Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas ampunannya.” (QS. An Najm: 32)

Allah ta’ala berfirman,

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

“Rahmat-Ku amat luas meliputi segala sesuatu.” (QS. Al A’raaf: 156)

Oleh Karenanya, Saudaraku yang Tercinta…

Pintu taubat ada di hadapanmu terbuka lebar, ia menanti kedatanganmu… Jalan orang-orang yang bertaubat telah dihamparkan. Ia merindukan pijakan kakimu… Maka ketuklah pintunya dan tempuhlah jalannya. Mintalah taufik dan pertolongan kepada Tuhanmu… Bersungguh-sungguhlah dalam menaklukkan dirimu, paksalah ia untuk tunduk dan taat kepada Tuhannya. Dan apabila engkau telah benar-benar bertaubat kepada Tuhanmu kemudian sesudah itu engkau terjatuh lagi di dalam maksiat, sehingga memupus taubatmu yang terdahulu, janganlah malu untuk memperbaharui taubatmu untuk kesekian kalinya. Selama maksiat itu masih berulang padamu maka teruslah bertaubat.

Allah ta’ala berfirman,

فَإِنَّهُ كَانَ لِلأَوَّابِينَ غَفُوراً

“Karena sesungguhnya Dia Maha mengampuni kesalahan hamba-hamba yang benar-benar bertaubat kepada-Nya.” (QS. Al Israa’: 25)

Allah ta’ala juga berfirman,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ

“Katakanlah kepada hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dialah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datangnya azab kemudian kalian tidak dapat lagi mendapatkan pertolongan.” (QS. Az Zumar: 53-54)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Seandainya kalian berbuat dosa sehingga tumpukan dosa itu setinggi langit kemudian kalian benar-benar bertaubat, niscaya Allah akan menerima taubat kalian.” (Shahih Ibnu Majah)

Maka di manakah orang-orang yang bertaubat dan menyesali dosanya? Di manakah orang-orang yang kembali taat dan merasa takut siksa? Di manakah orang-orang yang ruku’ dan sujud?

Berbagai Keutamaan Taubat

Pada hakikatnya taubat itulah isi ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman. Setiap insan selalu membutuhkannya dalam menjalani setiap tahapan kehidupan. Maka orang yang benar-benar berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai sahabat dekat dalam perjalanannya menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan orang yang binasa adalah yang menelantarkan dan mencampakkan taubat di belakang punggungnya. Beberapa di antara keutamaan taubat ialah:

Pertama: Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‘azza wa jalla.

Allah ta’ala berfirman,

إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suka membersihkan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)

Kedua: Taubat merupakan sebab keberuntungan.

Allah ta’ala berfirman

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang yang beriman, supaya kalian beruntung.” (QS. An Nuur: 31)

Ketiga: Taubat menjadi sebab diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas kesalahan-kesalahannya.

Allah ta’ala berfirman

وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ

“Dialah Allah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan Maha mengampuni berbagai kesalahan.” (QS. Asy Syuura: 25)

Allah ta’ala juga berfirman

وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَاباً

“Dan barang siapa yang bertaubat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan menerima taubatnya.” (QS. Al Furqaan: 71) artinya taubatnya diterima

Keempat: Taubat merupakan sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka.

Allah ta’ala berfirman,

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئاً

“Maka sesudah mereka (nabi-nabi) datanglah suatu generasi yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, niscaya mereka itu akan dilemparkan ke dalam kebinasaan. Kecuali orang-orang yang bertaubat di antara mereka, dan beriman serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang akan masuk ke dalam surga dan mereka tidaklah dianiaya barang sedikit pun.” (QS. Maryam: 59, 60)

Kelima: Taubat adalah sebab mendapatkan ampunan dan rahmat.

Allah ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ عَمِلُواْ السَّيِّئَاتِ ثُمَّ تَابُواْ مِن بَعْدِهَا وَآمَنُواْ إِنَّ رَبَّكَ مِن بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya dan beriman maka sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS. Al A’raaf: 153)

Keenam: Taubat merupakan sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai kebaikan.

Allah ta’ala berfirman,

وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَاماً يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَاناً إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

“Dan barang siapa yang melakukan dosa-dosa itu niscaya dia akan menemui pembalasannya. Akan dilipatgandakan siksa mereka pada hari kiamat dan mereka akan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang digantikan oleh Allah keburukan-keburukan mereka menjadi berbagai kebaikan. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS. Al Furqaan: 68-70)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang bertaubat dari suatu dosa sebagaimana orang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)

Ketujuh: Taubat menjadi sebab untuk meraih segala macam kebaikan.

Allah ta’ala berfirman,

فَإِن تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ

“Apabila kalian bertaubat maka sesungguhnya hal itu baik bagi kalian.” (QS. At Taubah: 3)

Allah ta’ala juga berfirman,

فَإِن يَتُوبُواْ يَكُ خَيْراً لَّهُمْ

“Maka apabila mereka bertaubat niscaya itu menjadi kebaikan bagi mereka.” (QS. At Taubah: 74)

Kedelapan: Taubat adalah sebab untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar.

Allah ta’ala berfirman,

إِلاَّ الَّذِينَ تَابُواْ وَأَصْلَحُواْ وَاعْتَصَمُواْ بِاللّهِ وَأَخْلَصُواْ دِينَهُمْ لِلّهِ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْراً عَظِيماً

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, memperbaiki diri dan berpegang teguh dengan agama Allah serta mengikhlaskan agama mereka untuk Allah mereka itulah yang akan bersama dengan kaum beriman dan Allah akan memberikan kepada kaum yang beriman pahala yang amat besar.” (QS. An Nisaa’: 146)

Kesembilan: Taubat merupakan sebab turunnya barakah dari atas langit serta bertambahnya kekuatan.

Allah ta’ala berfirman,

وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ

“Wahai kaumku, minta ampunlah kepada Tuhan kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya niscaya akan dikirimkan kepada kalian awan dengan membawa air hujan yang lebat dan akan diberikan kekuatan tambahan kepada kalian, dan janganlah kalian berpaling menjadi orang yang berbuat dosa.” (QS. Huud: 52)

Kesepuluh: Keutamaan taubat yang lain adalah menjadi sebab malaikat mendoakan orang-orang yang bertaubat.

Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,

الَّذِينَ يَحْمِلُونَ الْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْماً فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

“Para malaikat yang membawa ‘Arsy dan malaikat lain di sekelilingnya senantiasa bertasbih dengan memuji Tuhan mereka, mereka beriman kepada-Nya dan memintakan ampunan bagi orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu maha luas meliputi segala sesuatu, ampunilah orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari siksa neraka.” (QS. Ghafir: 7)

Kesebelas: Keutamaan taubat yang lain adalah ia termasuk ketaatan kepada kehendak Allah ‘azza wa jalla.

Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ta’ala,

وَاللّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَن تَمِيلُواْ مَيْلاً عَظِيماً

“Dan Allah menghendaki untuk menerima taubat kalian.” (QS. An Nisaa’: 27). Maka orang yang bertaubat berarti dia adalah orang yang telah melakukan perkara yang disenangi Allah dan diridhai-Nya.

Kedua belas: Keutamaan taubat yang lain adalah Allah bergembira dengan sebab hal itu.

Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sungguh Allah lebih bergembira dengan sebab taubat seorang hamba-Nya ketika ia mau bertaubat kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang dari kalian yang menaiki hewan tunggangannya di padang luas lalu hewan itu terlepas dan membawa pergi bekal makanan dan minumannya sehingga ia pun berputus asa lalu mendatangi sebatang pohon dan bersandar di bawah naungannya dalam keadaan berputus asa akibat kehilangan hewan tersebut, dalam keadaan seperti itu tiba-tiba hewan itu sudah kembali berada di sisinya maka diambilnya tali kekangnya kemudian mengucapkan karena saking gembiranya, ‘Ya Allah, Engkaulah hambaku dan akulah tuhanmu’, dia salah berucap karena terlalu gembira.” (HR. Muslim)

Ketiga belas: Taubat juga menjadi sebab hati menjadi bersinar dan bercahaya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: Sesungguhnya seorang hamba apabila berbuat dosa maka di dalam hatinya ditorehkan sebuah titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan beristighfar serta bertaubat maka kembali bersih hatinya. Dan jika dia mengulanginya maka titik hitam itu akan ditambahkan padanya sampai menjadi pekat, itulah raan yang disebutkan Allah ta’ala,

كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Sekali-kali tidak akan tetapi itulah raan yang menyelimuti hati mereka akibat apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Muthaffifin: 14) (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dihasankan Al Albani)

Oleh karena itu, saudaraku yang kucintai…

Sudah sepantasnya setiap orang yang berakal untuk bersegera menggapai keutamaan dan memetik buah memikat yang dihasilkan oleh ketulusan taubat itu…, Saudaraku:

Tunaikanlah taubat yang diharapkan Ilahi

demi kepentinganmu sendiri

Sebelum datangnya kematian dan lisan terkunci

Segera lakukan taubat dan tundukkanlah jiwa

Inilah harta simpanan bagi hamba yang kembali taat dan baik amalnya

Tingkatan Jihad Melawan Syaitan

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: Jihad melawan syaitan itu ada dua tingkatan.

Pertama, berjihad melawannya dengan cara menolak segala syubhat dan keragu-raguan yang menodai keimanan yang dilontarkannya kepada hamba.

Kedua, berjihad melawannya dengan cara menolak segala keinginan yang merusak dan rayuan syahwat yang dilontarkan syaitan kepadanya.

Maka tingkatan jihad yang pertama akan membuahkan keyakinan sesudahnya. Sedangkan jihad yang kedua akan membuahkan kesabaran.

Allah ta’ala berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“Maka Kami jadikan di antara mereka para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami karena mereka bisa bersabar dan senantiasa meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah: 24)

Allah mengabarkan bahwasanya kepemimpinan dalam agama hanya bisa diperoleh dengan bekal kesabaran dan keyakinan. Kesabaran akan menolak rayuan syahwat dan keinginan-keinginan yang merusak, sedangkan dengan keyakinan berbagai syubhat dan keragu-raguan akan tersingkirkan.

Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam. Wal hamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin.

(disadur dari Ya Ayyuhal Muqashshir mata tatuubu, Qismul ‘Ilmi Darul Wathan dan tambahan dari sumber lain)

Sejarah Bunga

Secara epistimiologi (bahasa) mempunyai arti az-ziyadah atau tambahan. Dalam pengertian lain, secara linguistic, riba juga berarti tumbuh atau membesar. Adapun menurut istilah teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.

Dengan demikian, setelah riba dideskripsikan oleh syariat tidak lagi berkonotasi pertambahan secara mutlak, tetapi konotasinya menjadi: pertambahan akibat pertukaran jenis tertentu, baik yang disebabkan oleh kelebihan dalam pertukaran dua harta yang sejenis ditempat penukaran. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam.
Mengenai hal ini, Allah SWT mengingatkan dalam firmannya di surat an-nisa’ yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…(an-nisa : 29)
Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat al Quran yaitu setiap tambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.
Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, sipenyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang di nikmati, termasuk menurunya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Dalam jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang di terimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal turut serta menanggung kemungkinaan resiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secra konvensional, si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam di wajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.
Pengertian senada juga disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang sejarah islam dari berbagai mazhahib fiqhiyah, diantaranya sebagai berikut:
Badr ad-din al-ayni
Pengarang umdatul Qari syarah shahih Al Bukhari: “ prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riel.
Imam Sarakhi dari Mazhab Hanafi
Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang di benarkan oleh syariah atas penambahan tersebut.
Raghib al-asfahani
Riba adalah penambahan atas harta pokok
Imam An-Nawawi dari Mazhab Syafii
Salah satu bentuk riba yang dilarang oleh alQuran dan as sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsure waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal dengan bunga kridit sesuai lama pinjaman.
Qatadah
Riba jahiliyyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu. Apabilah telah datang waktu pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, maka ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.
Zaid bin Aslam
Yang di maksud dengan riba jahiliyyah yang berimplikasi pelipat-gandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo ia berkata “ bayar sekarang atau tambah.
Mujahid
Mereka menjual daganganya dengan tempo. Apbila telah jatuh tempo dan (tidak mampu bayar) si pembeli memberikan tambahan atas tambahan waktu.
Ja’far Ash-Shadiq dari Kalangan Syiah
Berkata ketika ditanya mengapa Allah SWT mengharamkan riba-“ supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan. Karena ketika diperkenalkan untuk mengambil bunga atas pinjaman, maka seseorangf tidak berbuat
ma’ruf lagi atas transaksi pinjam-meminjam dan sejenisnya. Padahal qard bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat kebajikan antar manusia.
Imam Ahmad bin hambal
“ Imam bin Hanbal ketika ditanya tentang riba beliau menjawab sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki hutang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjam) atas penambahan waktu yang diberikan
Asy-syaikh Abdulrahman Taj
Riba adalah setiap tambahan yang berlangsung pada salah satu pihak (dalam) aqad mu’wwadhah tanpa mendapatkan imbalan.; atau tambahan itu diperoleh karena penangguhan

Friday, 14 October 2011

Para Nabi dan Kaumya

Berikut Daftar para Nabi :

1. Nabi Adam as

Nabi Adam as merupakan manusia pertama dan juga nabi pertama dalam agama Islam.
Tempat rurunnya adalah di India, ada yang berpendapat di Jazirah Arab

2. Nabi Idris as

Silsilah Nabi Idris as adalah, Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam. Menurut kitab tafsir, nabi Idris a.s hidup selama 1000 tahun serta berdakwah kepada kaumnya yang bernama Zuriat Qabil dan Memphis.

3. Nabi Nuh as

Nabi Nuh as terkenal dengan kisah bahtera Nuh, saat bumi diliputi oleh banjir besar. Nabi Nuh a.s mendapat gelar dari Allah dengan sebutan Abdussyakur yang artinya “hamba (Allah) yang banyak bersyukur” [Al Israa' 17:3]. Sebutan kaumnya adalah kaum Nuh

4. Nabi Hud as

Nabi Hud as diutus untuk kaum Ad (sekarang berada diantara wilayah Yaman dan Oman). Kaum Ad terkenal karena membangkang perintah Allah, lantas Allah menghukum mereka dengan bencana kekeringan dan di akhiri oleh dengan azab awan hitam berupa petir dan angin topan.

5. Nabi Shaleh as

Nabi Shaleh as diutus untuk kaum Tsamud. Kisahnya disebut dalam 72 ayat Al Quran. Mukjizat terkenal dari nabi Shaleh as adalah lahirnya unta betina dari celah batu dengan ijin Allah.

6. Nabi Ibrahim as

Nabi Ibrahim as merupakan nabi agama samawi. Nabi Ibrahim as diutus untuk kaum Kaldān yang terletak di kota Ur (sekarang Iraq). Bagi kaum muslimin, nabi Ibrahim merupakan salah satu nabi terpenting, diantaranya mengajarkan tauhid, mendirikan Kabah di Mekah dan hampir mengorbankan anaknya, nabi Ismail as kepada Allah (ibadah yang sekarang dikenal sebagai Idul Adha).

7. Nabi Luth as

Nabi Luth as merupakan keponakan Nabi Ibrahim as. Nabi Luth as diutus untuk kaum Sodom dan Gomorrah yang memiliki perilaku seks menyimpang.

8. Nabi Ismail as

Nabi Ismail merupakan putra dari nabi Ibrahim as serta kakak kandung dari nabi Ishaq as. Bersama sang Ayah, Ismail as mendirikan Ka'bah. Nama kaumnya adalah Amaliq dan Kabilah Yaman

9. Nabi Ishaq as

Nabi Ishaq as merupakan putra kedua nabi Ibrahim as. Nabi Ishaq as diutus untuk bangsa Kana'an di wilayah Al-Khalil Palestina.

10. Nabi Yaqub as

Nabi Yaqub as berdakwah kepada bani Israil di Syam. Nabi Yaqub as adalah putera dari Nabi Ishaq bin Ibrahim.

11. Nabi Yusuf as

Nabi Yusuf as merupakan salah satu dari 12 putra nabi Yaqub as. Di dalam Al-Qur'an dikisahkan pada saat nabi Yusuf as saat ia masih muda, ia bermimpi melihat sebelas planet, matahari, dan bulan bersujud padanya (Yusuf [12]:4). Saat mimpi itu diberitahukan kepada ayahnya, ia dilarang untuk memberitahu mimpi tersebut kepada saudara-saudaranya yang pencemburu (Yusuf [12]:5). Kelak di masa depan mimpi tersebut terwujud satu persatu. Nabi yusuf di utus untuk kaum Heksos dan Bani Israil

12. Nabi Ayyub as

Nabi Ayyub digambarkan Al Quran sebagai nabi paling sabar dalam menghadapi cobaan. Nabi Ayyub as berdakwah kepada Bani Israil dan Kaum Amoria (Aramin) di Haran, Syam.

13. Nabi Syu'aib as

Nabi Syu'aib as berdakwah kepada kaum Madyan dan Aikah. Merupakan satu dari 4 nabi bangsa Arab. Tiga lainnya adalah nabi Hud, Shaleh, dan Muhammad saw.

14. Nabi Musa as

Julukan nabi Musa as adalah Kalim Allah (كليم الله, Kalimullah) yang artinya orang yang diajak bicara oleh Allah. Nabi Musa as diutus untuk memimpin kaum Israel ke jalan yang benar. Allah menurunkan kitab Taurat kepada nabi Musa as.

15. Nabi Harun as

Nabi Harun adalah kakak kandung dari nabi Musa as. Nabi Harun as dilahirkan tiga tahun sebelum nabi Musa as dan memiliki kemampuan fasih dalam berbicara serta mempunyai pendirian tetap. Sering kali mendampingi nabi Musa as dalam menyampaikan dakwah kepada Firaun, Hamman dan Qarun. Kaumnua adalah Bani Israel.

16. Nabi Zulkifli as

Nabi Zulkifli as diutus kepada kaum Amoria di Damaskus. Termasuk salah seorang nabi yang saleh, di mana ia melakukan 100 kali salat dalam satu hari. Konon ceritanya dia mendapat tugas mengadili kaumnya secara adil dan mengurusi mereka dengan baik, tugas itu pun dilakukan. Karena itu ia dinamakan Zulkifli (yang dibebani tugas). Sedang nama aslinya Bisyr (Basyar).

17. Nabi Daud as

Nabi Daud as seorang nabi dan rasul yang menerima kitab Zabur dari Allah. Nabi Daud as memiliki suara yang paling merdu dari semua suara umat manusia, seperti Nabi Yusuf as yang diberikan wajah yang paling tampan. Nabi Daud di utus untuk kaum Bani Israel.

18. Nabi Sulaiman as

Nabi Sulaiman as merupakan putra dari nabi Daud as. Salah satu mukjizat nabi Sulaiman adalah mengerti semua bahasa binatang. Nabi Sulaiman juga di utus untuk kaum Bani Israel.


19. Nabi Ilyas as

Nabi Ilyas as berdakwah kepada kaum Finisia dan Bani Israel, disebut juga kaum Ba'I (kaum ini menyembah berhala bernama Ba'I). Nabi Ilyas as disebut 2 kali dalam Al Quran.

20. Nabi Ilyasa as

Nabi Ilyasa as berdakwah kepada Bani Israil dan kaum Amoria di Panyas, Syam.

21. Nabi Yunus as

Nabi Yunus as berdakwah kepada orang Assyiria di Ninawa-Iraq. Kisah nabi Yunus as yang paling terkenal adalah saat ditelan oleh ikan nun (paus). Saat didalam ikan nun, nabi Yunus as bertobat meminta ampun dan pertolongan Allah, ia bertasbih selama 40 hari dengan berkata: "Laa ilaaha illa Anta, Subhanaka, inni kuntu minadzh dzhalimiin (Tiada tuhan melainkan Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah orang yang telah berbuat dhalim)". Allah kemudian menerima tobatnya. Dan ikan nun kemudian mendamparkan nabi Yunus as ke pantai.

22. Nabi Zakariya as

Nabi Zakariya berdakwah untuk bani Israil sekitar 2 SM. Kisah nabi Zakaria as yang terkenal adalah saat berdoa memohon kepada Allah agar dapat memiliki keturunan. "Ya Tuhanku, berikanlah aku seorang putera yang akan mewarisiku dan mewarisi sebahagian dari keluarga Ya'qub, yang akan meneruskan pimpinan dan tuntunanku kepada Bani Isra'il. Aku cemas sepeninggalku nanti anggota-anggota keluargaku akan rusak kembali aqidah dan imannya bila aku tinggalkan tanpa seorang pemimpin yang akan menggantikanku. Ya Tuhanku, tulangku telah menjadi lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, sedang isteriku adalah seorang perempuan mandul. Namun kekuasaanmu tidak terbatas, dan aku berdoa Engkau berkenan mengkaruniakan seorang anak yang shaleh dan Engkau ridhoi padaku." Al Quran mengisahkan doa nabi Zakaria as pada Surah Maryam : 1-15.

23. Nabi Yahya as

Nabi Yahya as adalah putra dari nabi Zakaria as. dan kelahirannya dikabarkan oleh Malaikat Jibril. ([Qur'an 19:7], [Qur'an 3:39]). Nabi Yahya as adalah sepupu dari nabi Isa as. Nabi Yahya berdakwah pada kaumnya bani Israel.

24. Nabi Isa as

Nabi Isa as merupakan salah satu nabi terpenting dalam Islam. Namanya disebutkan sebanyak 25 kali di dalam Al Quran. Al Quran menjelaskan status nabi Isa as dengan sangat jelas.

"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: ""(Tuhan itu) tiga"", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara." (An-Nisa, ayah 171). Nabi Isa di Utus untuk bani Israil.

25. Nabi Muhammad saw

Nabi Muhammad saw merupakan nabi terakhir dan pembawa ajaran Islam. Nama "Muhammad" dalam bahasa Arab berarti "dia yang terpuji". Ajaran nabi Muhammad saw (Islam) merupakan penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya.

Infak, wakaf dan Hadiah

Infak di dalam bahasa Arab artinya menafkahkan atau membelanjakan harta. Sementara lapangan infak itu sendiri luas jangkauannya, karena pengertian berinfak itu berarti membelanjakan harta sesuai dengan tuntunan agama dan termasuk didalamnya adalah wakaf, hadiah dan hibah. Didalam kitab suci Al-Qur’an terdapat surat bernama Ath-Thalaq khususnya ayat tujuh dan Allah SWT berfirman dalam surat ini ayat tujuh.

• Perhatikan Firman-Nya :
”Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah SWT kepadanya. Allah SWT tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah SWT berikan kepadanya. Allah SWT kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”

Berdasarkan ayat tersebut diatas, yang diperintahkan untuk berinfak bukan hanya orang-orang kaya saja tetapi juga orang –orang yang bukan orang-orang kaya. Artinya semua orang diperintahkan untuk berinfak sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Sidang pembaca, antum pernah mengeluarkan uang untuk membeli (belanja) sesuatu? Apa yang antum dapat dari uang yang (misalnya) Rp. 1.000,- tentu sesuatu (barang) yang didapat adalah benda yang senilai (seharga) Rp. 1.000- itu juga bukan? Tidak mungkin dengan uang yang Rp. 1.000,- akan mendapat barang (ditukar) dengan yang lebih tinggi nilainya dari Rp. 1.000,- Tetapi sidang pembaca, tahukah antum bahwa ada barang (benda) seharga Rp. 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah) yang dapat kita beli hanya dengan uang Rp. 1.000,- saja. Atau barang (benda) senilai Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) dapat kita beli dengan hanya mengeluarkan uang sebesar Rp. 500,- saja. Dan yang menakjubkan adalah bahwa justru yang menghendaki transaksi seperti itu adalah sipemilik barang itu sendiri. Tidak percaya? Baca Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 261

• Firman Allah SWT :
”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai pada tiap-tiap tangkai seratus biji ....” (QS. Al-Baqarah : 261)

Betulkan? Bahwa Allah SWT sendiri (sebagai pemilik barang yang bernama pahala itu) yang berjanji akan melipatgandakan pahala orang yang berinfak sebanyak 700 (tujuh ratus) kali lipat.

setelah kita mengetahui setentang apa itu pengertian infak. Mari kita mulai lagi pembahasan materi yaitu setentang apa itu pengertian wakaf.

Wakaf adalah memberikan harta yang bersifat kekal (tahan lama) dan bermanfaat untuk kepentingan umum di jalan Allah. Misalnya memberikan sebidang tanah untuk pembangunan sebuah Masjid, Musholla, Madrasah, Panti Asuhan, Pondok Pesantren, Jalan-jalan untuk kepentingan umum dan lain-lain.Hukum wakaf adalah Sunnah, yaitu berpahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi yang tidak melakukannya. Diantara dalil-dalil yang mendasari ibadah wakaf adalah :

• Firman Allah SWT :
”Kamu sekali-sekali tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imron : 92)

Wakaf merupakan salah satu ibadah yang pahalanya tidak akan putus selama manfaat harta yang di wakafkan itu masih bisa diambil, meskipun sipelaku wakaf sudah meninggal dunia. Oleh karena itulah wakaf tergolong kedalam kelompok amal jariyah (yang mengalir).

• Perhatikan Sabda Nabi Muhammad SAW :
”Apabila anak Adam (manusia) meninggal, putuslah amalnya kecuali tiga perkara : yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendo’akan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim)

• Wakaf memiliki syarat dan rukun yang akan menentukan syah atau tidaknya ibadah tersebut. Adapun rukun wakaf, menurut Jumhur ulama adalah :

a. Orang yang memberi wakaf
b. Pihak yang menerima wakaf
c. Barang yang hendak diwakafkan
d. Akad wakaf (lafadz serah terima)

Selain beberapa rukun wakaf tersebut ada syarat tertentu yang harus dipenuhi agar wakaf dipandang syah.

1. Syarat orang yang berwakaf :
a. Merdeka, tidak berada dibawah pengaruh orang lain
b. Sudah dewasa atau baligh
c. Berakal sehat
d. Harta yang diwakafkan benar-benar miliknya sendiri.

2. Syarat orang yang menerima wakaf :
a. Harus jelas penerimanya
b. Harus jelas penggunaannya, yakni kebajikan serta mendekatkan diri kepada Allah SWT
c. Cakap

3. Syarat harta yang diwakafkan :
a. Milik syah pewakaf
b. Tertentu dan jelas
c. Dapat dimanfaatkan secara terus menerus
d. Tidak dibatasi waktunya.

Dalam prakteknya, wakaf terbagi menjadi dua yaitu wakaf ahli (wakaf keluarga) dan wakaf khairi (wakaf umum). Wakaf ahli yaitu wakaf yang diberikan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih. Misalnya mewakafkan sebidang tanah kepada seorang kyai. Sedangkan wakaf khairi yaitu wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum (orang banyak) misalnya mewakafkan tanah untuk membangun musholla, masjid atau madrasah. Manfaat yang diperoleh dari ibadah wakaf ini sangat besar, baik bagi diri yang mewakafkan maupun terutama bagi masyarakat dan agama. Bagi diri pewakafnya, manfaat dari wakaf antara lain dapat mengangkat derajat ketakwaannya disisi Allah SWT.

Adapun bagi masyarakat, manfaat wakaf antara lain :
1. Sebagai sumber dana untuk kepentingan umat Islam
2. Mempermudah kesulitan yang dihadapi dalam membangun sarana dan prasarana yang bersifat sosial dan keagamaan.
3. Meningkatkan syiar Islam.

• Barang yang diwakafkan dapat diganti dengan yang lebih baik. Penggantian barang dalam wakaf ada dua macam :

1. Penggantian karena kebutuhan, misalnya barang wakaf berupa Masjid dan tanahnya, apabila telah rusak dan tidak mungkin lagi digunakan, maka tanahnya di jual untuk menggantikannya. Hal ini diperbolehkan karena apabila barang asal sudah tidak dapat lagi digunakan sesuai tujuan, maka dapat diganti dengan barang lainnya.

2. Penggantian karena kepentingan yang lebih kuat. Hal ini diperbolehkan menurut Imam Ahmad dan Ulama lainnya. Imam Ahmad beralasan bahwa Umar bin Khattab r.a. pernah memindahkan Masjid Kufah yang lama ketempat yang baru dan tempat yang lama itu dijadikan pasar bagi penjual tamar (ini adalah contoh penggantian barang wakaf yang berupa tanah)

Adapun penggantian barang wakaf yang berupa bangunan, Khalifah Umar bin Khattab dan Usman bin Affan pernah membangun Masjid Nabawi tanpa mengikuti bentuk (bangunan) pertama dan memberi tambahan bentuk bangunannya. Oleh sebab itu, diperbolehkan mengubah bangunan wakaf dari bentuk lama ke bentuk yang baru asalkan menjadi lebih baik.

• Sementara pengertian Hadiah adalah :
Hadiah adalah suatu pemberian kepada orang lain, baik dimaksudkan untuk cenderamata, ungkapan terima kasih maupun sebagai penghargaan atas suatu prestasi. Hadiah tidak harus berbentuk benda. Melainkan juga bisa berupa tenaga, pikiran atau sikap dan tingkah laku yang menyenangkan. Sebab tujuan dari hadiah itu sendiri adalah untuk menyenangkan orang lain, sebagai ungkapan rasa ikut senang atas apa yang diraihnya. Karena itulah orang bisa memberikan hadiah pada saat pesta ulang tahun, perta perkawinan atau ketika orang terdekatnya meraih suatu prestasi tertentu.

• Rasulullah SAW bersabda :
”Memberikan senyuman kepada saudaramu termasuk shadaqah.” (HR. Bukhari)
Hadiah hukumnya mubah (dibolehkan) dan bahkan dianjurkan (mandub, sunnah.)

• Sebuah Hadist dari Abu Hurairah r.a. :
”Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda : Saling memberilah kamu, niscaya kamu akan saling kasih mengasihi.” (HR. Malik)

Saudaraku, perbedaan antara hadiah dan risywah (sogok, suap) adalah sangat kecil sekali. Oleh karena itulah, dalam perjalanan sejarah, Sayyidina Umar bin Abdul Aziz pernah mengharamkan hadiah. Karena pada masa itu Sayyidina Umar bin Abdul Aziz melihat bahwa gejala yang terjadi ditengah masyarakat dalam pemberian dan penerimaan hadiah tidak lagi murni sebagai sebuah hadiah tetapi sudah mengarah kepada suap (risywah). Lantas bagaimana dan apa yang harus kita lakukan (perbuat) jika kita oleh seseorang diberi hadiah? Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk menerima hadiah yang diberikan seseorang dan tidak menolaknya. Bahkan jika mungkin kita di anjurkan untuk membalas pemberian itu.

• Nabi SAW bersabda :
”Barangsiapa diberi hadiah oleh saudaranya dengan tidak berlebihan dan tidak mendatangkan masalah, hendaknya menerimanya dan tidak menolaknya. Karena sesungguhnya itu adalah rezeki yang dikirimkan Allah kepadanya.” (HR. Ahmad)

Kemudian bagaimana mengenai pemberian balik kepada orang yang memberi kita hadiah? Dalam sebuah hadist disebutkan sebagai berikut :

• Dari Aisyah r.a. dia berkata :
”Dari Aisyah r.a. dia berkata : Adalah Rasulullah SAW menerima hadiah dan membalasnya pula.” (HR. Bukhari)

• Sekarang pengertian setentang hibah dan apakah itu? Apabila seseorang memberikan harta miliknya kepada orang lain, berarti ia menghibahkan miliknya itu. Sebab itulah, kata hibah sama artinya dengan istilah pemberian. Adapun secara istilah, hibah berarti memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan apa-apa. Jika seseorang menghibahkan sesuatu kepada orang lain, itu artinya ia bersedia melepaskan hak miliknya atas benda yang dihibahkan itu. Jadi, ketika akad hibah sudah dilangsungkan, pihak penerima sudah mempunyai hak penuh atas harta itu sebagai hak miliknya sendiri. Hibah hukumnya sunnah (dianjurkan). Karena itulah, Islam menganjurkan umatnya agar melatih diri memberi kepada orang lain, lebih-lebih kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Dan, bahkan didalam surat Al-Baqarah ayat 177 dikatakan bahwa diantara perbuatan yang termasuk kebajikan adalah memberikan harta yang dicintai kepada orang lain.

• Firman Allah SWT :
”..... dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta – minta.” (QS. Al-Baqarah : 177)

Menurut ajaran Islam, hibah meskipun hanya merupakan suatu akad permberian dan yang bersifat untuk mempererat silaturrahmi tetapi tetap memiliki syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Karena bagaimana pun juga hibah merupakan suatu tindakan hukum sebab berkaitan dengan pemindahan hak milik seseorang.

• Adapun rukun hibah adalah :

1. Orang yang menghibahkan
2. Orang yang menerima hibah
3. Akad (Ijab Qabul)
4. Harta yang akan dihibahkan

Apabila seseorang sudah menghibahkan harta miliknya kepada orang lain, maka ia tidak boleh menariknya kembali, kecuali hibah seorang ayah kepada anaknya.

• Perhatikan Hadist dari Ibnu Abas r.a. berikut ini :
”Dari Ibnu Abas, Rasulullah SAW bersabda : Orang yang meminta kembali sesuatu yang dihibahkannya, ibarat anjing yang menelan kembali muntahnya.” (HR. Bukhari Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad.)

Dalam sebuah Hadist lain Rasulullah SAW bersabda : ”Tidak seorangpun boleh menarik kembali pemberiannya, kecuali pemberian ayah terhadap anaknya.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Turmudzi dan Nasa’i.)

Hibah memiliki kesamaan dengan wakaf dan hadiah dalam hal tidak adanya batasan waktu, yakni boleh dilaksanakan kapan saja. Adapun perbedaan ketiganya antara lain sebagai berikut :

1. Dalam wakaf, harta yang diwakafkan harus bersifat permanen (kekal) dan dapat dimanfaatkan terus menerus, sedangkan dalam hibah dan hadiah tidak.
2. Wakaf biasanya dilakukan semata-mata untuk mencari keridhoan Allah SWT, sedangkan hadiah sebagai rasa ikut senang atau sebagai penghargaan. Adapun hibah merupakan pemberian biasa yang dilandasi oleh rasa kasih sayang.

* (Bahan-bahan (materi) diambil dan dikutip dari buku Islam Agamaku Oleh: Tim Penyusun Fakultas Tarbiyah IAIN Kalijaga Jogyakarta)*
∙ ∙ ∙
*Artikel religius ini dapat anda temukan pada website H. Sunaryo A.Y. dengan alamat : Http://www.hajisunaryo.co.nr*

Asmaul Husna

Berikut adalah beberapa terjemahan dalil yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan Hadits tentang asmaa'ul husna:

  • Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa'ul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" - (Q.S Al-Israa': 110)[1]

Asma Al-Husna

No.

Nama

Arab

Indonesia


Allah

الله

Allah

1

Ar Rahman

الرحمن

Yang Maha Pengasih

2

Ar Rahiim

الرحيم

Yang Maha Penyayang

3

Al Malik

الملك

Yang Maha Merajai/Memerintah

4

Al Quddus

القدوس

Yang Maha Suci

5

As Salaam

السلام

Yang Maha Memberi Kesejahteraan

6

Al Mu`min

المؤمن

Yang Maha Memberi Keamanan

7

Al Muhaimin

المهيمن

Yang Maha Pemelihara

8

Al `Aziiz

العزيز

Yang Memiliki Mutlak Kegagahan

9

Al Jabbar

الجبار

Yang Maha Perkasa

10

Al Mutakabbir

المتكبر

Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran

11

Al Khaliq

الخالق

Yang Maha Pencipta

12

Al Baari`

البارئ

Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)

13

Al Mushawwir

المصور

Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)

14

Al Ghaffaar

الغفار

Yang Maha Pengampun

15

Al Qahhaar

القهار

Yang Maha Memaksa

16

Al Wahhaab

الوهاب

Yang Maha Pemberi Karunia

17

Ar Razzaaq

الرزاق

Yang Maha Pemberi Rejeki

18

Al Fattaah

الفتاح

Yang Maha Pembuka Rahmat

19

Al `Aliim

العليم

Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)

20

Al Qaabidh

القابض

Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)

21

Al Baasith

الباسط

Yang Maha Melapangkan (makhluknya)

22

Al Khaafidh

الخافض

Yang Maha Merendahkan (makhluknya)

23

Ar Raafi`

الرافع

Yang Maha Meninggikan (makhluknya)

24

Al Mu`izz

المعز

Yang Maha Memuliakan (makhluknya)

25

Al Mudzil

المذل

Yang Maha Menghinakan (makhluknya)

26

Al Samii`

السميع

Yang Maha Mendengar

27

Al Bashiir

البصير

Yang Maha Melihat

28

Al Hakam

الحكم

Yang Maha Menetapkan

29

Al `Adl

العدل

Yang Maha Adil

30

Al Lathiif

اللطيف

Yang Maha Lembut

31

Al Khabiir

الخبير

Yang Maha Mengenal

32

Al Haliim

الحليم

Yang Maha Penyantun

33

Al `Azhiim

العظيم

Yang Maha Agung

34

Al Ghafuur

الغفور

Yang Maha Pengampun

35

As Syakuur

الشكور

Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)

36

Al `Aliy

العلى

Yang Maha Tinggi

37

Al Kabiir

الكبير

Yang Maha Besar

38

Al Hafizh

الحفيظ

Yang Maha Memelihara

39

Al Muqiit

المقيت

Yang Maha Pemberi Kecukupan

40

Al Hasiib

الحسيب

Yang Maha Membuat Perhitungan

41

Al Jaliil

الجليل

Yang Maha Mulia

42

Al Kariim

الكريم

Yang Maha Mulia

43

Ar Raqiib

الرقيب

Yang Maha Mengawasi

44

Al Mujiib

المجيب

Yang Maha Mengabulkan

45

Al Waasi`

الواسع

Yang Maha Luas

46

Al Hakiim

الحكيم

Yang Maha Maka Bijaksana

47

Al Waduud

الودود

Yang Maha Mengasihi

48

Al Majiid

المجيد

Yang Maha Mulia

49

Al Baa`its

الباعث

Yang Maha Membangkitkan

50

As Syahiid

الشهيد

Yang Maha Menyaksikan

51

Al Haqq

الحق

Yang Maha Benar

52

Al Wakiil

الوكيل

Yang Maha Memelihara

53

Al Qawiyyu

القوى

Yang Maha Kuat

54

Al Matiin

المتين

Yang Maha Kokoh

55

Al Waliyy

الولى

Yang Maha Melindungi

56

Al Hamiid

الحميد

Yang Maha Terpuji

57

Al Muhshii

المحصى

Yang Maha Mengkalkulasi

58

Al Mubdi`

المبدئ

Yang Maha Memulai

59

Al Mu`iid

المعيد

Yang Maha Mengembalikan Kehidupan

60

Al Muhyii

المحيى

Yang Maha Menghidupkan

61

Al Mumiitu

المميت

Yang Maha Mematikan

62

Al Hayyu

الحي

Yang Maha Hidup

63

Al Qayyuum

القيوم

Yang Maha Mandiri

64

Al Waajid

الواجد

Yang Maha Penemu

65

Al Maajid

الماجد

Yang Maha Mulia

66

Al Wahiid

الواحد

Yang Maha Tunggal

67

Al Ahad

الاحد

Yang Maha Esa

68

As Shamad

الصمد

Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta

69

Al Qaadir

القادر

Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan

70

Al Muqtadir

المقتدر

Yang Maha Berkuasa

71

Al Muqaddim

المقدم

Yang Maha Mendahulukan

72

Al Mu`akkhir

المؤخر

Yang Maha Mengakhirkan

73

Al Awwal

الأول

Yang Maha Awal

74

Al Aakhir

الأخر

Yang Maha Akhir

75

Az Zhaahir

الظاهر

Yang Maha Nyata

76

Al Baathin

الباطن

Yang Maha Ghaib

77

Al Waali

الوالي

Yang Maha Memerintah

78

Al Muta`aalii

المتعالي

Yang Maha Tinggi

79

Al Barri

البر

Yang Maha Penderma

80

At Tawwaab

التواب

Yang Maha Penerima Tobat

81

Al Muntaqim

المنتقم

Yang Maha Pemberi Balasan

82

Al Afuww

العفو

Yang Maha Pemaaf

83

Ar Ra`uuf

الرؤوف

Yang Maha Pengasuh

84

Malikul Mulk

مالك الملك

Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)

85

Dzul Jalaali Wal Ikraam

ذو الجلال و الإكرام

Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan

86

Al Muqsith

المقسط

Yang Maha Pemberi Keadilan

87

Al Jamii`

الجامع

Yang Maha Mengumpulkan

88

Al Ghaniyy

الغنى

Yang Maha Kaya

89

Al Mughnii

المغنى

Yang Maha Pemberi Kekayaan

90

Al Maani

المانع

Yang Maha Mencegah

91

Ad Dhaar

الضار

Yang Maha Penimpa Kemudharatan

92

An Nafii`

النافع

Yang Maha Memberi Manfaat

93

An Nuur

النور

Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)

94

Al Haadii

الهادئ

Yang Maha Pemberi Petunjuk

95

Al Baadii

البديع

Yang Indah Tidak Mempunyai Banding

96

Al Baaqii

الباقي

Yang Maha Kekal

97

Al Waarits

الوارث

Yang Maha Pewaris

98

Ar Rasyiid

الرشيد

Yang Maha Pandai

99

As Shabuur

الصبور

Yang Maha Sabar