Friday, 16 March 2012

Manusia dan Ragam Nafsunya

Nafsu pada diri manusia beragam. Ada nafsu baik (taqwa), ada pula yang buruk (fujur).
Nafsu fujur adalah
A. ammarah, mencakup sifat-sifat

Ath’imah (banyak makan),
Asyrabah (banyak minum),
NaawaĆ¢-im (banyak tidur) dan
JimaĆ¢’ (senggama yang berlebihan).

B. lawwamah meliputi sifat-sifat

ghadab,
ghibah,
namimah,
hasud,
‘ujub,
takabur,
riya’,
cinta dunia, harta dan tahta.

Nafsu lawwamah disebut juga nafsu setan yang selalu mengajak berbuat keji.
C. sawwalat. meliputi

sifat–sifat kasal,
futur,
malal,
sum’ah dan
hijab.

Nafsu sawwalat identik dengan sifat Iblis. Sebab nafsu jenis ini selalu mengguncang akidah orang yang sedang meniti syari’at Islam.
Tiga nafsu tersebut adalah fujur alias buruk. Yakni: jiwa yang diilhami kekejian. Sifat-sifatnya disebut madzmumah (sifat yang tercela).
Sedang nafsu yang baik adalah
1. nafsu sawwiyah, terdiri atas
taqwa,
sifat khauf,
raja’,
zuhud,
tawadhu,
shabar,
syukur,
mahabbah,
ridha,
tawakal dan ikhlas

2. muthmainah,

berbusana arif billah, arif linafsih, dan berdiam pada mahligai khalifah fiil ardh.
nafsu yang menghiasi tujuh anggota sujud manusia dengan akhlak mahmudah (yang terpuji) adalah nafsu sawiyyah dan nafsu muthmainnah

3. radhiyah dan mardhiyah.

disebut juga nafsu “lathifatur rabaniyah”: nafsu ketuhanan yang amat halus dan lembut, meliputi ruh insan kamil (manusia yang sempurna).

Tujuh nafsu itulah yang mendominasi gerak langkah manusia. Hal itu tercermin pada watak atau tabiatnya. Apabila salah satu nafsu sedang melancarkan aksinya maka watak manusia akan mencerminkan sifat nafsu tersebut. Misalnya,ketika jiwa manusia dikuasai nafsu amarah, maka gerak hidupnya seperti binatang. Ia selalu cenderung berbuat maksiat. Baik maksiat lahir maupun batin.
Allah menjelaskan tentang nafsu amarah dalam firmanNya:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahanku), karena sesungguhnya nafsu (amarah) itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (QS. Yusuf, 53)
Jika jiwa seseorang dikuasai nafsu lawwamah, maka watak dan kepribadiannya akan terhiasi kefasikan dan penyesalan. Ia akan sering melakukan perbuatan nista, kemudian disusul dengan taubat dan penyesalan. Tetapi hal itu terus berulang.
“Dan Aku bersumpah dengan jiwa (nafsu) yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (QS. Al Qiyamah, 2)
Apabila seseorang sedang dikuasai nafsu sawwalat maka ia akan merasa malas, jenuh dan bosan dalam menjalankan syariat Islam. Langkah ibadah orang tersebut ahmak (rusak), karena perbuatan buruk dipandang baik menurut persepsinya.
“Ya’kub berkata: Hanya dirimu sendirilah yang menganggap baik perbuatan (buruk)itu”. (QS. Yusuf, 83)
Nafsu ammarah, lawwamah dan sawwalat sebagaimana telah diurai di atas, termasuk golongan nafsu yang batil. Maka itu: “Matikanlah dirimu (nafsumu) sebelum datang kematian (ajal) kepadamu.”
Sedang nafsu Sawwiyah disebut juga nafsu Malaikat, merupakan generator perbuatan yang terpuji. Kepada nafsu sawwiyah, Allah mengilhamkan ketaqwaan dan kebersihan yang senantiasa menyelimutinya.
“Dan jiwa (nafsu) serta penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan.” (QS. Asy Syams, 7 & 8)
Adapun nafsu Muthmainah adalah jiwa yang tenang. Nafsu inilah hakikat manusia dan hamba Allah. Hanya nafsu Muthmainah yang dipanggil oleh Allah dan berhak menjadi hamba Allah serta mendapat prioritas untuk memasuki jannah-Nya.
“Hai jiwa yang tenang (nafsu Muthmainnah). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah kedalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al Fajr, 27-30)
Maka dapatlah dimengerti bahwa gerak dan sifat manusia merupakan cerminan nafsu-nafsu yang menguasainya. Apabila sifat nafsu sedang gairah terhadap suatu yang didengar, dilihat, diraba serta dirasakan, maka akal berfungsi untuk mempertimbangkan kehendak nafsu tersebut. Sedang keberadaan hati bertindak memutuskan masalah kehendak nafsu atas dasar pertimbangan akal.
Gerakan tujuh anggota sujud sebagai pelaksanaan kehendak nafsu, apakah tampak baik atau buruk, tergantung pada pertimbangan akal dan kebijakan hati tatkala memutuskannya.
Dengan kata lain, baik dan buruk akhlak tujuh anggota sujud seseorang tergantung kepada pertimbangan akal yang diperkuat oleh keputusan hati sebagai rajanya.
“Ketahuilah! Bahwa sesungguhnya di dalam tubuh manusia itu ada terdapat segumpal daging. Apabila ia baik niscaya jadi baiklah seluruh (organ) tubuhnya dan apabila ia buruk niscaya jadilah seluruh tubuhnya buruk. Ketahuilah! Bahwa itu adalah hati.” (HR Bukhari Muslim)
http://img402.imageshack.us/img402/1663/commentsfb.png

sumber :http://wwwcahaya-hati.blogspot.com